Foreign Policy merangkum deretan berita penting pekan ini yang terjadi di seluruh belahan dunia. Itu mencakup keraguan akan angka penderita corona yang menurun di China, serangan Iran atas AS, angkatan laut Paman Sam yang berpatroli di Venezuela, hingga peringatan WHO soal meningkatnya eskalasi wabah.
Manipulasi jumlah kasus COVID-19 di China
Intelijen Amerika menuduh China memanipulasi data jumlah penderita COVID-19 di negaranya. Sebelumnya, China memang santer menyebut, angka kasus telah turun drastis bahkan di Wuhan tak ada lagi penambahan kasus baru.
Namun, pada Rabu, China meralat dengan menyebut jumlah kasus virus corona tanpa gejala di samping angka baru. Menurut South China Morning Post, China mengidentifikasi lebih dari 43.000 kasus tanpa gejala pada Februari yang tidak termasuk dalam penghitungan keseluruhan China.
Penasihat Keamanan Nasional Robert O’Brien mengakui, Amerika Serikat “tidak dalam posisi untuk mengonfirmasi kasus di Tiongkok”. Jika faktanya China memalsukan angka-angka itu, apakah AS cukup siap?
Sementara itu, ada kecemasan dan krisis kepercayaan publik karena pemerintah Amerika Serikat dinilai gagap menghadapi pandemi. Sebuah laporan Departemen Pertahanan AS yang bocor dari 2017 kemarin, memperingatkan tentang “penyakit pernapasan baru, terutama terkait influenza baru” sebagai ancaman pandemi yang paling mungkin.
Pada 25 Maret dalam Kebijakan Luar Negeri, Micah Zenko menyebut pandemi corona sebagai “kegagalan intelijen terburuk dalam sejarah AS”, dan ini terjadi di era Trump. Seperti yang dilaporkan Mark Perry, latihan simulasi sejak 2001 — dan baru-baru ini Oktober lalu — melukiskan gambaran yang jelas tentang kehancuran ekonomi yang diakibatkan pandemi global, tetapi peringatan itu diabaikan pemerintah.
Senator AS Chris Murphy menulis di Foreign Policy awal minggu ini, pemerintahan Trump telah “benar-benar merusak” tanggapan corona dan Washington harus lebih siap mengantisipasi pandemi berikutnya agar tak gagap lagi.
Trump sendiri pada Rabu berujar, persediaan strategis federal untuk alat pelindung pribadi hampir kosong. Pada hari yang sama, kantor berita Rusia pro-Kremlin RT menyiarkan langsung sebuah pesawat Rusia pembawa bantuan kemanusiaan yang tiba di bandara JFK New York. Pengiriman “mewakili kemenangan utama untuk Moskow karena berhasil mengambil keunggulan geopolitik,” lapor Amy Mackinnon dan Robbie Gramer.
Menurut Maria van Kerkhove, seorang ahli epidemiologi di Organisasi Kesehatan Dunia, definisi WHO tentang infeksi corona, termasuk asimptomatik disertai suatu alasan.
“Dari data yang telah kita lihat dari China khususnya, kita tahu orang yang diidentifikasi tanpa gejala, sekitar 75 persen dari mereka benar-benar menularkannya,” ujar dia.
Editor Senior Foreign POlicy James Palmer menjabarkan, mengapa angka-angka China mungkin tidak dapat diandalkan,
“Pertanyaannya adalah ini: Seberapa salah data, dan seberapa disengaja manipulasi itu? Ada perbedaan antara jumlah yang dengan sengaja dipalsukan untuk dunia luar dan negara yang berjuang, untuk mengumpulkan informasi tentang virus yang sulit dideteksi pada banyak orang.”
“Kemungkinan Beijing sengaja melaporkan jumlah kematian di Wuhan, tempat wabah dimulai, dan jumlah total kasus di seluruh negeri pada Februari,” Palmer menulis.
“Angka-angka buruk di Tiongkok selalu tidak dilaporkan, terutama ketika citra nasional dipertaruhkan.
AS Kerahkan kapal dekat Venezuela
AS mengerahkan lebih banyak kapal di dekat perairan Venezuela. Tujuannya menurut pejabat, yakni menghentikan perdagangan narkoba di kawasan itu.
Sumber mengatakan kepada Reuters, meskipun Komando Selatan AS berencana memindahkan beberapa kapal Angkatan Laut lebih dekat ke wilayah Venezuela, tetapi tidak ditentukan lebih lanjut ikhwal seberapa dekat.
Langkah ini sendiri dilakukan ketika Amerika Serikat berupaya untuk meningkatkan tekanan terhadap Venezuela menyusul dakwaan Departemen Kehakiman AS atas Presiden Nicolás Maduro dan beberapa rekannya.
Pada Selasa, Amerika Serikat menawarkan untuk mencabut sanksi terhadap Venezuela jika negara itu menerima proposal AS yang mencakup pemindahan Maduro dari jabatannya.
WHO: Kasus corona akan capai 1 juta
Para pekerja migran dari Myanmar terlihat di perbatasan ketika mereka mencoba untuk pulang ke rumah di tengah penutupan wilayah demi mencegah wabah penyakit COVID-19, di Mae Sot, Thailand, 24 Maret 2020. (Foto: Reuters/Stringer)
WHO memperingatkan, satu juta kasus corona. Dalam konferensi pers kemarin, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, dunia akan memperkirakan lebih dari satu juta kasus virus korona yang dikonfirmasi dan 50.000 kematian dalam beberapa hari ke depan.
Pernyataan itu terlontar mengingat ada tren pertumbuhan eksponensial di banyak negara dalam lima minggu terakhir. Tedros juga menjelaskan, WHO, Bank Dunia, dan Dana Moneter Internasional (IMF) mendukung pemberian keringanan utang kepada negara-negara berkembang saat mereka mengatasi pandemi.
Pada Rabu, IMF dan Bank Dunia bahkan mengatakan, Somalia telah memenuhi persyaratan untuk pengurangan utang, dan akan melihat beban utangnya turun dari US$5,2 miliar menjadi US$577 juta dalam waktu sekitar tiga tahun.
Corona menyebar di masyarakat adat Brasil
Corona menyebar ke masyarakat adat Brasil. Dalam sinyal penyebaran pandemi yang luas, seorang perempuan berusia 19 tahun menjadi anggota pertama komunitas adat Brasil yang terkena virus corona, menurut kementerian kesehatan Brasil. Perempuan itu, seorang pekerja kesehatan dan anggota Suku Kokama, tertular virus di sebuah distrik jauh di Amazon, lebih dari 500 mil dari Manaus di negara bagian Amazonas. Pakar kesehatan khawatir penularan cepat karena kebiasaan hidup bersama beberapa suku.
Trump cemaskan serangan Iran
Trump memperingatkan Iran soal serangan tiba-tiba. Trump menulis di Twitter, Iran atau kelompok yang didukung Iran sedang merencanakan “serangan diam-diam” terhadap pasukan AS di Irak. Namun, Trump tidak menjelaskan sumbernya. AS dan pasukan koalisi mengalami beberapa serangan roket di Irak selama Maret oleh tersangka milisi yang didukung Iran.
Jepang distribusikan masker untuk semua
Jepang mendistribusikan masker untuk semua. Dalam apa yang bisa menjadi tren di seluruh dunia, pemerintah Jepang mengatakan akan mendistribusikan dua kain muka yang dapat digunakan kembali untuk 50 juta rumah tangga Jepang. Berbeda dengan Barat, Jepang sudah memiliki budaya mengenakan masker.
Meski begitu, stok masker sudah habis di beberapa toko Jepang. Pada Selasa, sebuah memo yang dikirim dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit ke Gedung Putih mengatakan, pemakaian masker secara luas dapat bermanfaat untuk menghentikan penyebaran virus corona di Amerika Serikat.
Korban serangan udara Africom dipertanyakan
Komando Afrika AS sedang mempertimbangkan apakah serangan udara dilakukan terhadap al-Shabab pada Februari yang menewaskan warga sipil. Pertimbangan itu perlu mengingat sebuah laporan dari Amnesty International membongkar semua fakta baru soal ini.
Kelompok itu menuduh dua serangan udara menewaskan dua orang yang tidak terlibat dengan kelompok Islam, meskipun Africom awalnya melaporkan hanya anggota al-Shabab yang tewas dalam serangan. Amerika Serikat berada di jalur untuk melakukan sejumlah serangan udara di wilayah Africom. Pada 2019, Amerika Serikat meluncurkan rekor 63 serangan, dan telah meluncurkan 32 serangan pada 2020.
Seksisme di Malaysia
Kementerian Perempuan, Keluarga, dan Pengembangan Masyarakat Malaysia menghentikan kampanye informasi publik karena seksismenya yang jelas. Infografis daring yang diunggah oleh kementerian setempat, mendorong perempuan tetap di rumah dalam keadaan terkunci untuk terus memakai make-up, mengenakan pakaian kantor, dan menahan diri dari mengomeli suami mereka.
Setelah banjir kritik di media sosial, kementerian mengatakan kampanye itu difokuskan pada “menjaga hubungan positif di antara anggota keluarga selama periode mereka bekerja dari rumah,” dan berjanji akan “tetap berhati-hati di masa depan.”
Penerjemah dan editor: Purnama Ayu Rizky
Keterangan foto utama: WHO memperingatkan lonjakan kasus corona di seluruh dunia hingga 1 juta. (Foto: Al Monitor)
8 Berita Penting Pekan Ini, dari Propaganda China hingga Serangan AS