Virus Corona
Asia

Apakah China Sudah Pulih dari Virus Corona?

Berita Internasional > Apakah China Sudah Pulih dari Virus Corona?

Warga dan analis meragukan tingkat transmisi virus di China mendekati nol, seiring pembatasan pergerakan yang mulai dicabut.

Menurut statistik resmi, China telah mengalahkan virus corona. Selama lima hari terakhir, otoritas kesehatan hanya melaporkan satu kasus COVID-19, yaitu di Provinsi Guangdong. Di Wuhan, pusat wabah dan daerah paling parah di negara itu, para pejabatnya melaporkan pada Senin (23/3), tidak ada kasus baru selama lima hari berturut-turut.

Angka tersebut adalah penurunan tajam dari angka sebulan yang lalu, di mana peningkatan harian hampir selalu di atas 2.000. Pihak berwenang telah mulai mengurangi lockdown (karantina wilayah) yang telah berlangsung selama dua bulan di Wuhan. Sementara kota-kota di seluruh negeri telah mengikuti perintah untuk “sepenuhnya memulihkan” produksi dan melanjutkan aktivitas mereka.

Namun, seiring negara itu kembali ke aktivitas yang sama sebelum virus corona melanda, penduduk dan analis meragukan tingkat penularan komunitas yang hampir nol. Mereka khawatir para pemimpin telah memprioritaskan dimulainya kembali ekonomi.

Baca Juga: Sepertiga Pasien Corona China Tak Punya Gejala

“Saya khawatir masih ada banyak orang yang terinfeksi namun tidak menunjukkan gejala di Wuhan. Begitu semua orang kembali bekerja, semua orang akan terinfeksi,” kata Wang (26), yang tinggal di kota Wuhan, dikutip dari Foreign Policy.

Warga lainnya menambahkan, “Saya tidak percaya pada angka itu. Epidemi ini tidak akan hilang dengan mudah.”

“Setiap orang yang berpikir rasional akan meragukan angka-angka ini,” tulis salah satu pengguna internet, menanggapi esai yang diunggah oleh sukarelawan di Wuhan yang mempertanyakan statistic itu.

Menurut laporan pada Senin (23/3) oleh RTHK, warga mengatakan rumah sakit di Wuhan telah menolak untuk mengetes pasien yang tidak menunjukkan gejala. Media Jepang Kyodo News melaporkan pada akhir pekan, dokter setempat mengatakan jumlah kasus itu telah dimanipulasi sebelum kunjungan Presiden Xi Jinping awal bulan ini, mendorong dimulainya “pembebasan massal pasien yang terinfeksi”.

Beberapa kekhawatiran tentang pelaporan China berasal dari bagaimana pemerintah mengklasifikasikan pasien. Organisasi Kesehatan Dunia (WTO) dan Korea Selatan menganggap siapa pun yang telah dites positif COVID-19 sebagai kasus yang dikonfirmasi, sedangkan China tidak memasukkan kasus infeksi tanpa gejala dalam penghitungannya.

Pada Senin (23/3) malam, komisi kesehatan Wuhan menerbitkan Q&A yang menjelaskan bagaimana kasus-kasus tanpa gejala ditangani. Mengenai mengapa kasus seperti itu tidak dimasukkan sebagai kasus yang dikonfirmasi, komisi tersebut mengatakan pasien tersebut akan dikarantina selama 14 hari dan jika mereka mulai menunjukkan gejala mereka akan dimasukkan ke data jumlah kasus yang dikonfirmasi dan data akan dipublikasikan.

“Sejumlah kecil infeksi tanpa gejala dapat berkembang menjadi kasus yang dikonfirmasi, tetapi sebagian besar (pasien) akan sembuh sendiri,” ujarnya, dikutip dari Foreign Policy.

Menurut dokumen yang dikutip South China Morning Post, lebih dari 43 ribu orang telah dinyatakan positif COVID-19 pada akhir Februari tetapi tidak menunjukkan gejala. Mereka belum dimasukkan dalam jumlah resmi infeksi, yakni lebih dari 80 ribu.

Upaya awal untuk menekan informasi tentang virus sepanjang krisis juga menambah ketidakpercayaan terhadap angka yang dipublikasikan pemerintah.

“Kami benar-benar tidak dapat mempercayai angka-angka dari pemerintah China tanpa bukti yang lebih kredibel dan solid untuk memverifikasinya,” tutur Ho-fung Hung, profesor ekonomi politik di Universitas Johns Hopkins, kepada Foreign Policy.

Baca Juga: Pelanggaran HAM, Masalah Baru Selama Musim Corona

Sementara yang lain mengatakan, itu adalah tindakan penyeimbang bagi kepemimpinan. Sejak awal bulan ini, para pemimpin di Beijing, termasuk Xi, telah menekankan perlunya memenuhi target ekonomi dan pembangunan, di tahun di mana ekonomi China sudah diperkirakan akan kesulitan.

“Kepemimpinan telah sangat menekan agar kegiatan ekonomi kembali dilanjutkan,” ucap Victor Shih, profesor politik di University of California, San Diego, kepada Foreign Policy.

“Salah satu cara untuk melanjutkan kegiatan ekonomi tanpa menimbulkan kepanikan adalah dengan menutupi jumlah kasus sambil tetap melakukan yang terbaik untuk melacak dan mengatasinya,” jelasnya.

“Itu berisiko akan memunculkan wabah lain.”

 

Penerjemah: Nur Hidayati

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Orang-orang yang mengenakan masker berbelanja di sebuah supermarket pada hari kedua Tahun Baru Imlek China, setelah pecahnya virus corona baru, di Wuhan, provinsi Hubei, China, 26 Januari 2020. (Foto: cnsphoto via Reuters)

Apakah China Sudah Pulih dari Virus Corona?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top