
Pandemi COVID-19 telah mengungkapkan kelemahan negara-negara Barat. Presiden Rusia Vladimir Putin beserta musuh-musuh Amerika Serikat dan Uni Eropa menaruh perhatian besar terhadap wabah kali ini, sehingga mereka dapat mengeksploitasi kerentanan selama konflik di masa depan.
Eropa berantakan. Jutaan orang berada di bawah penguncian wilayah (lockdown), sektor swasta goyah, sementara pemerintah berjuang untuk melawan musuh yang sama sekali tidak terduga sambil mempertahankan ketertiban. Semua kekacauan ini hanya yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Bayangkan dampak krisis tambahan pada saat seperti ini, tetapi sengaja ditimbulkan oleh salah satu musuh Barat.
Para pemimpin Amerika Serikat dan Eropa yakin, ada pihak lain yang mengawasi mereka dari kejauhan: Presiden Rusia Vladimir Putin dan para pemimpin negara lain yang bersaing dengan Barat.
Hingga Senin (23/3), wabah virus corona baru telah menewaskan lebih dari 14.000 orang dan menginfeksi lebih dari 341.000 orang. Virus ini telah melenyapkan semua keuntungan pasar saham AS yang dibuat selama kepresidenan Donald Trump dan menyebabkan pound Inggris turun ke level yang tidak terlihat sejak awal 1980-an. BMW, Nissan, Daimler, Volkswagen, Fiat, Peugeot, dan pembuat mobil lainnya telah menghentikan produksi mereka di Eropa. Sementara General Motors dan Ford telah menutup semua produksinya di Amerika Serikat. Deutsche Bank memprediksi penurunan ekonomi global terburuk sejak akhir Perang Dunia II. Organisasi Buruh Internasional (ILO) telah mengeluarkan peringatan 25 juta orang kehilangan pekerjaan di seluruh dunia.
Baca Juga: Dampak Corona (COVID-19) pada Paru-Paru Manusia yang Terjangkit
Itu hanyalah kerusakan nyata yang dibawa oleh virus ganas. Pembelian secara memborong (panic-buying) di negara-negara seperti Inggris telah mengosongkan rak-rak di pusat perbelanjaan. Bahkan permintaan berulang kali oleh beberapa supermarket untuk “cukup membeli apa kebutuhan Anda” tidak meyakinkan para pembeli untuk mempertimbangkan orang lain. Banyak supermarket sekarang harus memperkenalkan penjatahan kebutuhan.
“Jika Anda dapat membantu kami dengan membatasi permintaan barang-barang penting dan memungkinkan kami untuk fokus pada kebutuhan inti pelanggan kami, kami yakin, kami dapat terus memberi makan seisi bangsa,” menurut supermarket Tesco dalam sebuah pernyataan.

Gedung Deutsche Bank. (Foto: Truthout)
Baca Juga: Uji Coba Vaksin COVID-19, China Bangkitkan Harapan Baru
Pandemi COVID-19 bahkan telah membatasi kegiatan militer Barat. Pada 18 Maret 2020, Norwegia dan sembilan sekutu (termasuk Inggris dan Amerika Serikat) membatalkan Cold Response 2020, latihan bersama yang mempraktikkan pertahanan Norwegia utara dan tengah. Latihan Defender-Europe 20, yang melibatkan sekitar 40.000 tentara terutama AS yang melakukan pengerahan cepat ke Eropa dan berbaris ke seluruh benua, telah ditunda.
“Pada 13 Maret, semua pergerakan personel dan peralatan dari Amerika Serikat ke Eropa telah berhenti. Latihan-latihan yang terkait dengan Latihan Defender-Europe 20 yakni Dynamic Front, Joint Warfighting Assessment, serta Saber Strike and Swift Response tidak akan dilakukan,” menurut pengumuman Angkatan Darat Amerika Serikat di Eropa pada 16 Maret.
Defender-Europe 20 bertujuan sebagai latihan kompleks yang melibatkan 20.000 tentara Amerika Serikat bersama dengan 20.000 peralatan. Para prajurit dan material kemudian akan bertemu dengan pasukan dan peralatan AS yang berbasis di Eropa serta pasukan Eropa dan maju menuju front timur NATO. Tidak ada latihan seperti itu yang dilakukan dalam seperempat abad, sehingga Defender-Europe 20 berperan sangat penting. Defender-Europe 20 “menunjukkan para sekutu dan mitra NATO berdiri lebih kuat bersama”, menurut laporan cek fakta Angkatan Darat Amerika Serikat di Eropa. Pembatalan latihan itu sekarang menunjukkan musuh-musuh AS dan Uni Eropa betapa lemahnya NATO dalam keadaan tertentu.
Virus corona baru telah menginfeksi Jenderal Jarosław Mika dari angkatan bersenjata Polandia dan memaksa rekannya Letnan Jenderal Christopher Cavoli, komandan Angkatan Darat Amerika Serikat di Eropa, untuk melakukan isolasi mandiri sebagai akibatnya.
Saluran-saluran propaganda yang mendukung Rusia dan China sudah menghasilkan rentetan disinformasi wabah virus corona baru yang bertujuan menabur kekacauan lebih lanjut di Barat. “Virus bisa saja berasal dari Latvia,” menurut Sputnik Latvia pada 15 Maret, sementara kanal propaganda Rusia lainnya Geopolitica.ru mengemukakan, virus mungkin telah dibuat di Amerika sebagai senjata biologis. Diplomat-diplomat China juga terlibat dalam kampanye disinformasi terpadu, misalnya menyatakan virus diciptakan oleh Angkatan Darat AS.
Namun, sebagian besar, Elisabeth Braw dari Foreign Policy berpendapat, virus corona baru tetap menjadi satu-satunya tantangan besar yang mempengaruhi negara-negara Barat. Walaupun buruk, mereka masih beruntung. Kita bisa berasumsi Putin dan rekan-rekannya mengawasi situasi di Eropa dan Amerika Serikat dengan puas. Namun, lebih dari itu, mereka menggunakannya untuk tujuan pendidikan. Virus corona baru adalah kesempatan sempurna bagi musuh-musuh Barat untuk menyaksikan bagaimana negara mengatasi atau tidak mengatasi situasi krisis besar.
Seorang musuh dapat mengeksploitasi krisis dengan menambahkan krisis kedua. Amerika Serikat, misalnya, dapat memperburuk kesengsaraan pandemi COVID-19 di Iran dengan memberlakukan lebih banyak sanksi, seperti yang terjadi minggu lalu, atau dengan melakukan serangan siber terhadap pembangkit listrik. Serangan siber AS pada September 2019 “bertujuan menargetkan kemampuan Iran untuk menyebarkan ‘propaganda’,” menurut laporan Reuters.
Rusia, China, Iran, Korea Utara, atau proksi-proksi yang beroperasi atas nama mereka dapat menggunakan kesempatan wabah kali ini untuk melakukan serangan siber besar-besaran terhadap target Barat.
Menurut Laporan Kesiapan Siber 2018 yang disusun oleh perusahaan asuransi global Hiscox, lebih dari 61 persen perusahaan di ekonomi utama Barat, termasuk Amerika Serikat, melaporkan serangan siber dalam 12 bulan sebelumnya, naik dari 45 persen tahun sebelumnya.
Serangan besar-besaran seperti virus NotPetya 2018, yang menjatuhkan banyak perusahaan multinasional termasuk raksasa farmasi Merck dan perusahaan pengiriman terbesar di dunia Maersk, jarang terjadi, tetapi pasti akan terjadi lagi.

Ilustrasi serangan siber. (Foto: CPO Magazine)
Para penyerang Rusia telah berhasil mendapatkan akses ke ruang kontrol penyedia utilitas Amerika Serikat tertentu. Meskipun Departemen Keamanan Dalam Negeri AS tidak mengidentifikasi perusahaan yang menjadi target, Jonathan Homer, kepala analisis sistem kontrol industri departemen, mengatakan kepada media, para peretas “telah sampai pada titik di mana mereka bisa mengubah sakelar” dan mengganggu aliran listrik. Akhir 2019, kelompok peretas yang berafiliasi dengan pemerintah Iran yang dikenal sebagai Refined Kitten semakin meningkatkan permainannya: para analis dunia maya Barat menemukan, peretas Iran itu dapat merusak sistem kontrol instalasi vital seperti listrik, pabrik manufaktur, dan kilang minyak.
Refined Kitten dan para peretas Rusia tidak mengganggu sistem kontrol. Mereka jelas hanya melakukan pengintaian. Mereka juga tidak terburu-buru. Dalam peperangan, keuntungannya adalah dengan penyerang, yang dapat memilih waktu dan cara bertindak. Hal itu terutama terjadi dalam perang zona abu-abu, ketika daftar opsi penyerang nyaris tidak terbatas.
Pertanyaannya, mengapa tidak menggunakan penyakit ganas lain kali yang telah melumpuhkan negara-negara Barat? Beberapa tahun lalu Elisabeth Braw dari Foreign Policy membahas agresi zona abu-abu Rusia dengan seorang pakar kesehatan masyarakat global. Dia menyoroti Putin tidak membutuhkan serangan siber atau tentara bayaran untuk melemahkan Barat. Dia hanya perlu mengirim satu paket penuh tahanan yang terinfeksi tuberkulosis ke negara yang ditargetkannya.
Meskipun tingkat tuberkulosis di penjara Rusia telah menurun dari 4.347 per 100.000 tahanan pada 1999, pada 2011 angka itu secara mengkhawatirkan masih 1.299 per 100.000. tahanan Rusia tetap menjadi salah satu kelompok yang paling terinfeksi tuberkulosis di dunia.
Pada 2018, Amerika Serikat memiliki 2,8 infeksi tuberkulosis per 100.000 penduduk, sementara Rusia menderita 54. Tuberkulosis sudah menjadi masalah kesehatan di Eropa dan Amerika Serikat. Penyebaran virus yang resisten terhadap vaksin sangat mengkhawatirkan. Jika Putin mengirim 300 tahanan yang terinfeksi tuberkulosis ke negara yang ditargetkannya, mereka dapat menyebarkan penyakit secara efisien. Sudah ada vaksin tuberkulosis, tetapi tidak diberikan kepada setiap bayi dan tidak bekerja dengan baik pada orang dewasa.
Saat ini, ketika pandemi COVID-19 merusak ekonomi dan sistem perawatan kesehatan Barat, wabah itu jelas akan menjadi saat yang tepat bagi Rusia, China, Korea Utara, Iran, atau negara lain manapun untuk membuka front perang kedua.
Beberapa pengujian front kedua mungkin sudah terjadi. Pada 15 Maret, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat dilanda serangan siber yang membebani servernya dengan jutaan serangan. Pada saat yang sama diketahui sejumlah peniru telah menyalin peta wabah virus corona baru global yang banyak digunakan Universitas Johns Hopkins dan memuat versi mereka dengan malware, sehingga memanfaatkan virus biologis yang menakutkan semua orang untuk menyebarkan virus virtual ke komputer mereka juga.
Pada 17 Maret, pemerintah AS secara tak terduga mengakui keberadaan Tim Penilai Ancaman Gabungan Negara yang sebelumnya rahasia, badan pemerintah yang bertugas memantau mata-mata asing.
Namun, terlepas dari apakah mereka memilih virus biologis atau komputer, bentuk-bentuk baru kampanye disinformasi, peningkatan aktivitas spionase, atau bentuk agresi lain yang belum terlihat, musuh-musuh Barat hanya menunggu waktu. Mereka dapat menunggu sampai mereka secara lengkap mendokumentasikan kegagalan Barat dalam menanggapi pandemi COVID-19. Pelajaran-pelajaran itu kemudian dapat digunakan ketika krisis lain menghantam, yang berpotensi bahkan lebih buruk. Iran tentu masih menunggu untuk membalas pembunuhan terhadap Komandan Pasukan Quds dari Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) Qassem Soleimani pada Januari 2020.
Perang dua front yang melibatkan kombinasi antara perbuatan alam dan tingkah polah oleh musuh daripada formasi militer menghadirkan skenario yang menakutkan. Solusinya ialah bersiap. Wabah virus corona baru telah menegaskan, kesiapsiagaan tidak hanya melibatkan pemerintah tetapi juga semua elemen masyarakat.
Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari
Editor: Purnama Ayu
Keterangan foto utama: Presiden Rusia Vladimir Putin beserta musuh-musuh Amerika Serikat dan Uni Eropa menaruh perhatian besar terhadap wabah kali ini sehingga mereka dapat mengeksploitasi kerentanan selama konflik di masa depan. (Foto: AFP/Getty Images/Kirill Kudryavtsev)
