Virus Corona Ancam Pemulihan Perang Dagang di China
Asia

China Berisiko Hadapi COVID-19 Gelombang Kedua

Berita Internasional > China Berisiko Hadapi COVID-19 Gelombang Kedua

Masih harus dilihat apakah ‘pembatasan dimungkinkan’ dalam jangka panjang tanpa vaksin, Imperial College London memperingatkan.

Gelombang mematikan kedua COVID-19 bisa menghantam China seperti tsunami.

Seiring penyakit ini menjadi global dan pusat epidemi beralih ke Eropa, Imperial College London telah memperingatkan dalam sebuah laporan tentang bahaya fase dua.

Wabah ini telah digambarkan sebagai “ancaman kesehatan masyarakat” yang paling serius “sejak pandemi influenza H1N1 1918,” yang menginfeksi sepertiga populasi planet ini atau diperkirakan 500 juta orang. Jumlah korban akhirnya melonjak hingga 50 juta di seluruh dunia, lapor Asia Times.

“Di Inggris dan Amerika Serikat, pembatasan minimal akan memerlukan kombinasi jarak sosial (social distancing) seluruh penduduk, isolasi rumah, dan karantina rumah tangga anggota keluarga mereka. Ini mungkin perlu ditambah dengan penutupan sekolah dan universitas,” penelitian yang dirilis awal pekan ini oleh tim tanggapan Imperial College COVID-19 menyatakan.

Baca Juga: [Berita Foto] Lockdown Negara-Negara Dunia di Tengah Pandemi COVID-19

“Tantangan utama pembatasan ini adalah bahwa jenis paket intervensi intensif ini perlu dipertahankan sampai vaksin tersedia, (yang) berpotensi 18 bulan atau lebih, mengingat kami memperkirakan penularan akan cepat pulih jika penyebaran mereda,” bunyi pernyataan itu.

“Walau pengalaman di China dan sekarang Korea Selatan menunjukkan bahwa pembatasan dimungkinkan dalam jangka pendek, masih harus dilihat apakah pembatasan mungkin dilakukan jangka panjang, dan apakah biaya sosial dan ekonomi dari intervensi yang diberlakukan sejauh ini dapat dikurangi,” laporan itu menambahkan.

Lebih dari 182.000 orang sejauh ini telah terinfeksi secara global dengan angka kematian melonjak melebihi 7.100. Tingkat pemulihan berkisar sekitar 80.000 kasus. Di China, hampir 90.000 orang telah terinfeksi dengan tingkat kematian hampir 3.300 orang.

Italia, Spanyol, dan Prancis telah melaporkan wabah terburuk di Eropa, sementara ada lebih dari 4.700 kasus resmi di AS.

Untuk China, program back-to-work, yang telah berlangsung selama dua minggu terakhir, akan menimbulkan tantangan baru, termasuk kemungkinan “gelombang kedua”.

“Dengan jutaan pekerja kembali ke pabrik, makan di kafetaria bersama, dan tidur di asrama bersama, risiko gelombang kedua infeksi bisa sangat besar,” Heiwai Tang, dari Institute for China and Global Development di University Hong Kong, mengatakan dalam komentar untuk South China Morning Post.

Meningkatkan produksi telah menjadi prioritas utama setelah sejumlah besar ekonomi terbesar kedua di dunia itu ditutup selama lebih dari dua bulan.

Korban Meninggal Virus Corona Capai 304 Jiwa

Orang-orang yang memakai masker memasuki apotek di Wuhan, provinsi Hubei, China, 29 Januari 2020, dalam gambar yang diperoleh dari media sosial. (Foto: Instagram/Emilia Via Reuters)

Baca Juga: Menhub Positif COVID-19, Indonesia Belum Pertimbangkan Lockdown

Pabrik, bisnis, dan sekolah ditutup dalam pertempuran untuk menghentikan penyebaran epidemi COVID-19. Namun, dalam tiga bulan setelah pertama kali terdeteksi secara resmi di Wuhan pada Desember lalu, lebih dari 110 negara melaporkan kasus virus corona.

“Seiring wabah mereda di China, pabrik-pabrik dibuka kembali. Di pusat manufaktur besar negara itu (Shanghai, Chongqing, dan provinsi Guangdong, Jiangsu, dan Shandong), lebih dari 90 persen produsen telah beroperasi,” ujar Zhou Xiaoming, Perwakilan Tetap Misi China untuk kantor PBB di Jenewa, dikutip Asia Times.

“Secara bertahap dan pasti, pabrik-pabrik China akan kembali ke kapasitas penuh. Ini akan meminimalkan dampak virus pada rantai pasokan global. Ini dilihat oleh China tidak hanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga sebagai cara untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai pemain utama dalam komunitas global.”

“Bertentangan dengan apa yang terjadi di China, situasi di seluruh dunia cenderung menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik,” tambah Zhou di China-US Focus, sebuah situs web untuk diskusi akademik.

Hebatnya, risiko “gelombang kedua” terabaikan, meskipun ratusan juta orang sedang berpindah. Mereka termasuk 280 juta pekerja migran atau lebih dari seluruh tenaga kerja dari 27 negara Uni Eropa.

“Wabah di China, yang dimulai Desember lalu, hampir berakhir. Kami akan menunggu satu bulan lagi untuk membuat keputusan akhir, tetapi secara pribadi, wabah domestik kedua di China bukan masalah besar dengan tindakan pencegahan dan kontrol yang kuat,” ujar Cao Wei, Wakil Direktur Departemen Penyakit Menular Peking Union Medical College Hospital, awal pekan ini kepada Asia Times.

Masalah transparansi telah menggelegak tepat di bawah permukaan sejak wabah virus corona, yang memicu kemarahan pada “situs media sosial” China dan mengguncang pemerintahan Presiden Xi Jinping.

Tuduhan ketidakmampuan dilontarkan terhadap Xi dan lingkaran dalamnya atas tanggapan awal mereka terhadap krisis ini, serta laporan upaya menutup-nutupi oleh para pejabat di Wuhan.

Bahkan sekarang, pusat karantina sedang didirikan di bandara utama di Beijing, Shanghai, dan Guangzhou untuk warga negara China yang kembali dari luar negeri. Di Hong Kong, Pusat Perlindungan Kesehatan melaporkan pada Selasa (17/3), kota itu melihat “gelombang kedua” infeksi seiring para penduduk kembali dari perjalanan ke luar negeri.

“Untuk manusia, ada kekurangan kekebalan terhadap virus baru,” Dr Joseph Fair, seorang ahli epidemiologi dan virologi, serta seorang senior di bidang kesehatan global di Smithsonian Institution di Washington, mengatakan awal bulan ini kepada Asia Times.

Selain itu, itu tidak berubah, yang menambah risiko “gelombang kedua” pandemi global ini.

 

Penerjemah: Aziza Fanny Larasati

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: China berisiko menghadapi gelombang kedua virus corona atau COVID-19. (Foto: Reuters/Weibo/The Central Hospital of Wuhan)

China Berisiko Hadapi COVID-19 Gelombang Kedua

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top