Corona di Indonesia: Isolasi Mandiri Menyusahkan Warga Miskin
Berita Politik Indonesia Hari Ini

Corona di Indonesia: Isolasi Mandiri Menyusahkan Warga Miskin

Berita Internasional > Corona di Indonesia: Isolasi Mandiri Menyusahkan Warga Miskin

Berbagai negara di dunia telah memberlakukan penguncian wilayah dan isolasi mandiri demi membendung penyebaran pandemi COVID-19. Sayangnya, Indonesia terjegal masalah dalam penerapan isolasi mandiri. Tidak semua sektor pekerja bisa melakukan pekerjaan dari rumah, sementara mereka juga berisiko terinfeksi virus corona baru dan kehilangan penghasilan sewaktu-waktu.

Pandemi COVID-19 terus menyebar di seluruh dunia. Lebih dari 1.274.346 kasus infeksi telah merebak di lebih dari 200 negara di dunia dan 69.480 penderita telah gugur. Wabah penyakit ini telah mencatat tingkat kematian lebih dari 4 persen.

Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia, telah melaporkan 2.491 kasus positif corona dengan kematian 209 korban jiwa.

Sejak wabah dimulai, pemerintah Indonesia telah menyerukan warganya untuk melakukan isolasi mandiri jika mereka menunjukkan gejala penyakit. Isolasi mandiri berarti tinggal di dalam rumah dan sepenuhnya menghindari kontak dengan orang lain.

Baca Juga: Corona Indonesia: Ahli Ingatkan Lonjakan Kematian

Para ahli kesehatan masyarakat telah mendorong masyarakat untuk melakukan isolasi mandiri setidaknya selama 14 hari untuk menahan penyebaran virus corona baru dengan cepat. Penelitian menunjukkan isolasi mandiri sangat efektif, terutama ketika sebagian besar kasus COVID-19 tidak menunjukkan gejala.

Sejalan dengan nasihat ahli kesehatan, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah menyarankan masyarakat “tetap tinggal, bekerja, dan beribadah di rumah” selama beberapa minggu untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari penyakit yang sangat menular ini.

Meskipun tindakan pencegahan ini terbukti efektif, isolasi mandiri gagal untuk memperhitungkan fakta banyak orang miskin dan berpenghasilan rendah tidak mampu menerapkannya.

Menurut analisis Nyoman Sutarsa, Atin Prabandari, dan Fina Itriyati dari The Conversation, para pekerja di sektor informal seperti pengemudi ojek online, penjaga toko kelontong, dan asisten rumah makan tidak memiliki kemewahan untuk dapat bekerja dari rumah karena pekerjaan mereka tidak dapat dilakukan dari jarak jauh.

Pada 2019, pekerja sektor informal menyumbang 57,2 persen dari tenaga kerja Indonesia atau sekitar 74 juta orang. Sebanyak 25,14 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan, yaitu sekitar 9 persen dari populasi Indonesia. Melakukan isolasi mandiri selama dua minggu berarti orang-orang tersebut berisiko kehilangan sumber pendapatan tunggal mereka.

Narasi yang buruk

Pandemi COVID-19 telah merusak perekonomian dunia. Banyak perusahaan telah melaporkan kerugian karena permintaan turun. Dengan melambatnya bisnis, pekerja menghadapi risiko lebih besar kehilangan pekerjaan dan penghasilan mereka. Situasi itu kini sedang terjadi di Indonesia.

“Oh, sangat sedih. Tidak ada turis, tidak ada pekerjaan,” demikian unggahan seorang pengemudi ojek online di media sosial, tiga hari setelah pemerintah menyatakan COVID-19 sebagai bencana nasional.

Para pengemudi ojek online juga rentan terhadap infeksi virus corona baru karena mereka bertemu banyak orang yang berbeda dalam ranah pekerjaan mereka.

Negara dengan Startup Terbanyak

Pengemudi (driver) ojek online rentan terjangkiti virus corona di ibu kota. (Foto: Shutterstock/Mr. Note19)

Go-Jek, salah satu platform ojek online terbesar di Indonesia, telah menangguhkan akun salah satu drivernya yang diduga terjangkit COVID-19. Namun, bagaimana pengemudi tersebut bisa mendapatkan penghasilannya?

Kisah serupa terjadi pada seorang asisten rumah tangga dan ibu berusia 36 tahun dari Yogyakarta.

“Saya tidak bisa melakukan isolasi mandiri. Saya harus pergi bekerja. Tidak ada pekerjaan berarti tidak ada uang. Tidak ada uang berarti tidak ada makanan untuk anak-anak saya.”

Cerita-cerita tersebut menggambarkan situasi sulit yang dihadapi banyak pekerja kerah biru selama pandemi COVID-19. Mereka tidak mampu mengambil hari libur, apalagi lebih dari dua minggu.

Apa solusinya?

Untuk meminimalisasi kebijakan diskriminatif terhadap orang miskin selama pandemi COVID-19, pemerintah harus mengatasi masalah mendasar dan struktural yang mengakibatkan kerentanan.

Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan memperkuat program pengentasan kemiskinan dan menetapkan cakupan kesehatan universal untuk rumah tangga berpenghasilan rendah.

Sistem cakupan kesehatan universal akan memastikan semua orang, terlepas dari status ekonomi mereka, memiliki akses ke layanan kesehatan berkualitas tinggi dan perlindungan risiko keuangan.

Sistem asuransi kesehatan nasional Indonesia saat ini, BPJS, tidak memadai untuk disebut cakupan kesehatan universal karena masih mengharuskan orang membayar premi bulanan. Hal ini bisa menjadi masalah bagi pekerja informal yang seringkali tidak dapat membayar biaya bulanan mereka secara teratur, sehingga keanggotaan mereka dibatalkan.

Pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk menyediakan layanan kesehatan primer kepada orang miskin. Layanan ini termasuk menyediakan akses ke pendidikan kesehatan, air minum yang aman, nutrisi, imunisasi, sekaligus pengobatan penyakit menular dan tidak menular.

Selain itu, pemerintah harus mengatasi masalah yang lebih mendasar terkait dengan perubahan sifat pekerjaan selama pandemi.

Baca Juga: Corona Indonesia: Cerita Tenaga Medis Menyabung Nyawa demi Pasien

Salah satu strategi yang diperlukan adalah memberikan bantuan sosial dan jaminan sosial bagi para pekerja di sektor informal selama masa darurat pandemi COVID-19. Tanpa adanya dukungan yang memadai dari pemerintah, banyak dari orang-orang tersebut menghadapi risiko yang lebih tinggi kehilangan pendapatan atau tertular penyakit dan kemudian menyebarkan virus.

Oleh karena itu, Nyoman Sutarsa, Atin Prabandari, dan Fina Itriyati dari The Conversation menyimpulkan, setiap tindakan kesehatan masyarakat untuk mengurangi berbagai dampak pandemi COVID-19 harus secara serius mempertimbangkan berbagai latar belakang ekonomi dan sosial masyarakat untuk memastikan tindakan pencegahan tidak justru menghukum masyarakat yang sudah termarginalkan dan rentan.

Dengan memperkuat kesejahteraan sosial dan sistem perawatan kesehatan nasional, pemerintah Indonesia dapat membantu menjaga semua warga tetap sehat secara fisik dan ekonomi, serta melindungi kalangan yang rentan selama pandemi.

 

Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Sebuah bak truk dipasang spanduk bertuliskan “COVID-19 lebih sadis dari mulut tetangga” sedang disemprot cairan pembersih. (Foto: IDN Times/Twitter/@septiangalihh)

Corona di Indonesia: Isolasi Mandiri Menyusahkan Warga Miskin

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top