COVID-19 Berisiko Hambat Kerja Sama Ekonomi Indonesia-Australia
Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan Presiden Indonesia Joko Widodo pada pertemuan bilateral selama KTT ASEAN 2018 di Singapura, pekan lalu. (Foto: AAP)
Berita Internasional > COVID-19 Berisiko Hambat Kerja Sama Ekonomi Indonesia-Australia
Sudah setahun berlalu sejak penandatanganan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA). Pandemi global COVID-19 yang sedang terjadi berpotensi menunda langkah-langkah lanjutan dari kemitraan itu.
Sudah lebih dari setahun sejak Australia dan Indonesia menandatangani perjanjian kerja sama perdagangan mereka, Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA). Sepanjang tahun 2019, tampaknya satu-satunya hal yang dapat membuat ratifikasi IA-CEPA tertunda hanyalah proteksionisme atau pertikaian diplomatik lainnya.
Perjanjian tersebut disahkan parlemen Australia pada September 2019, dan disahkan DPR Indonesia menjelang kunjungan resmi Presiden Joko Widodo ke Canberra pada Februari.
Mengingat itu adalah kesepakatan perdagangan yang negosiasinya memakan waktu lebih dari 10 tahun dan telah melewati rintangan dan tantangan dalam hubungan bilateral, bisa dibilang kesepakatan itu adalah pencapaian bersejarah.
Namun sekarang, respons pemerintah terhadap pandemi virus corona (COVID-19) telah membatasi banyak kegiatan yang menopang hubungan ekonomi kedua negara: perjalanan internasional, pertemuan tatap muka, dan acara besar.
Para pembuat kebijakan dan diplomat telah mengalihkan perhatian mereka untuk mengelola penyebaran virus. Pandemi ini telah mengancam fase kritis IA-CEPA, yaitu implementasinya.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan Presiden Indonesia Joko Widodo. (Foto: Twitter/ Scott Morrison)
IA-CEPA tidak segera berlaku setelah ratifikasi. Ada langkah lain sebelum itu. Pasal dalam IA-CEPA menetapkan, perjanjian akan mulai berlaku 60 hari setelah kedua negara bertukar pejabat dan setelah menyerahkan pemberitahuan tertulis bahwa mereka telah meratifikasi perjanjian melalui proses pembuatan perjanjian domestik masing-masing. Sampai saat ini, belum ada tanggal mulai berlakunya IA-CEPA.
Kyle Springer, analis senior di Perth USAsia Centre at the University of Western Australia, menilai IA-CEPA berisiko tersingkir seiring perhatian diplomatik difokuskan pada masalah lain.
Unsur IA-CEPA yang sensitif terhadap tanggal berlakunya adalah Kuota Tingkat Tarif, atau Tariff Rate Quotas (TRQ), di mana Indonesia setuju untuk mengizinkan volume atau jumlah (kuota) tertentu pada produk bebas tarif. Setiap ekspor tambahan di luar kuota akan dikenakan tarif.
Dengan TRQ, akan ada peningkatan dalam volume tahunan bebas tarif yang diizinkan masuk ke Indonesia. Misalnya, TRQ sapi hidup memungkinkan impor 575.000 sapi dengan tarif 0 persen pada tahun pertama setelah berlakunya. Ini dapat meningkat setiap tahun selama enam tahun ke depan. Semakin cepat IA-CEPA mulai berlaku, semakin cepat peningkatan ini akan dimulai.
Jika Australia dan Indonesia dapat mengaktifkan dan menggunakan TRQs sesegera mungkin, itu akan menguntungkan kedua belah pihak selama masa ketidakpastian ekonomi ini, menurut Springer dalam tulisannya di The Diplomat.
Indonesia kesulitan untuk menstabilkan harga pangan dan menderita karena tingginya harga barang-barang kebutuhan pokok di kawasan ini. IA-CEPA dapat membantu mengatasi masalah ini. TRQ akan memberikan kepastian kepada petani dan eksportir ternak hidup Australia mengenai berapa banyak mereka dapat menjual ke Indonesia tanpa tarif. Di sisi lain, ketahanan pangan Indonesia akan mendapat manfaat dari pasokan yang dapat diandalkan dari tetangga dekat.
Namun, ada kemungkinan pengiriman akan terhambat di tengah pembatasan perjalanan, kata Springer. Industri ekspor langsung tengah kesulitan menemukan kru untuk mengoperasikan kapal mereka.
IA-CEPA juga menetapkan mekanisme kerja sama seperti komite, kelompok kerja, Nota Kesepahaman (MoU), dan proyek percontohan. Sebagian besar mekanisme ini membutuhkan pertukaran pejabat untuk pelatihan kerja.
Komite tersebut bertanggung jawab untuk mengawasi implementasi perjanjian dan diharuskan untuk bertemu secara berkala untuk memastikan kedua belah pihak mendapatkan hasil maksimal dari IA-CEPA. Melalui konvensi diplomatik, pertemuan-pertemuan ini biasanya diadakan secara tatap muka, meskipun ada juga kemungkinan diadakannya konferensi jarak jauh.
Pertukaran yang diperlukan untuk mekanisme kerja sama ini kemungkinan akan macet sampai situasi perjalanan membaik. Selain itu, acara-acara yang terkait IA-CEPA akan dibatalkan, kecuali jika ada alternatif virtual yang menarik.
Tujuan lain IA-CEPA adalah untuk mendorong bisnis Australia dan Indonesia agar saling memandang sebagai pasar yang menguntungkan dan untuk tujuan investasi. Bagi orang Australia yang ingin membangun kontak bisnis di Indonesia, ketidakmampuan untuk berkunjung langsung adalah prospek yang menantang dalam budaya yang berkaitan erat dengan hubungan bisnis tatap muka.
Jika tanggal berlakunya IA-CEPA dapat segera ditetapkan, komite akan berkewajiban untuk memenuhi dalam kerangka waktu masing-masing, dan bisnis dapat mulai mengimplementasikan perjanjian itu.
Penerjemah: Nur Hidayati
Editor: Aziza Fanny Larasati
Keterangan foto utama: Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan Presiden Indonesia Joko Widodo pada pertemuan bilateral selama KTT ASEAN 2018 di Singapura, pekan lalu. (Foto: AAP)
COVID-19 Berisiko Hambat Kerja Sama Ekonomi Indonesia-Australia