Xi Jinping
Asia

COVID-19 dan Xi Jinping: Kemenangan Sang Pemimpin Kuat

Presiden China Xi Jinping melambaikan tangan dari dalam mobil selama parade militer yang menandai peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China pada Hari Nasional di Beijing, China, Selasa, 1 Oktober 2019. (Foto: Reuters/Thomas Peter)
Berita Internasional > COVID-19 dan Xi Jinping: Kemenangan Sang Pemimpin Kuat

Secara mengejutkan, Presiden China Xi Jinping siap untuk mengambil untung secara politis dari wabah COVID-19, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Seiring seluruh dunia berjuang untuk merumuskan kebijakan yang koheren untuk membendung gelombang serangan COVID-19, Presiden China Xi Jinping dan Partai Komunis China (PKC) secara keseluruhan dihadapkan dengan tantangan mereka sendiri seiring virus ini mereda di China: bagaimana kita mendapat untung dari semua ini? Bisakah Xi mencari keuntungan politis dari penanganan wabahnya?

Xi sepertinya mendapatkan kesempatan itu, baik di dalam maupun luar negeri, menurut Thomas Reilly dalam tulisannya di The Diplomat.

Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa mendapatkan keuntungan politik dari krisis semacam itu tidak perlu.

Baca juga: Kesombongan China Paparkan Kisah Sukses Atasi Corona

Menurut beberapa analisis, kedudukan pribadi Xi sendiri di China tidak ada yang menyamai sejak Ketua Mao beberapa dekade yang lalu. Dia telah secara efektif membuka jalan untuk tetap memegang jabatan seumur hidup dengan menghilangkan batasan konstitusional, membersihkan pemerintahan dari banyak pejabat yang korup (dan rival politik), dan mengkonsolidasikan kontrol atas militer yang semakin penting di negara itu.

Apa yang harus dia takuti? Momok menjulang akibat perlambatan ekonomi telah lama membuat Beijing waspada. Meskipun perlambatan pertumbuhan PDB secara keseluruhan sangat normal di setiap ekonomi, pada awal tahun ini China mencatat pertumbuhan paling lambat dalam dua dekade berkat pandemi virus corona.

Xi yang mengikuti jejak Mao mungkin sebagai respons terhadap perlambatan ekonomi. Ketika mesin pertumbuhan dan legitimasi melambat, lembaga-lembaga yang menjaga negara tetap stabil juga dapat mengalami penurunan, sehingga mengharuskan sentralisasi kekuasaan di dalam badan pengatur, atau individu.

Kunjungan Xi Jinping ke Wuhan

Presiden China Xi Jinping di Wuhan. (Foto: Xinhua)

Jika kelalaian pemimpin memicu keresahan di tingkat masyarakat, seorang pemimpin yang kuat sering kali ditempatkan untuk menangani keresahan dan perbedaan pendapat, biasanya melalui cara yang sangat represif. Ini tidak asing bagi China, negara yang cukup akrab dengan kampanye mobilisasi massa, campur tangan pemerintah, dan kontrol negara.

Dari Lompatan Besar ke Depan yang membawa bencana, dan Revolusi Kebudayaan hingga contoh-contoh yang lebih kontemporer seperti “Kejadian Empat Juni” (dikenal di Barat sebagai protes Lapangan Tiananmen) dan “sistem kredit sosial”, Orwellian menjadi lebih tersebar luas di seluruh China.

Masalah dengan kekuatan berubah-ubah seperti itu adalah bahwa ia selalu membangkitkan kemarahan warga di dalam negeri dan pengamat internasional di luar negeri. Di situlah virus corona masuk. Penyebaran virus baru yang cepat dan tidak dapat diprediksi dari Wuhan melonjak di luar kendali.

Tanggapan China tegas: pada dasarnya memberlakukan apa yang mungkin menjadi karantina terbesar dalam sejarah dunia. Wuhan (sebuah kota yang ramai dengan 11 juta orang) berubah menjadi kota hantu semalaman seiring dunia menjadi akrab dengan istilah “social distancing“.

Pertemuan besar massa dihalangi oleh pemerintah, dengan sepasukan drone dibawa ke langit untuk memecah pertemuan mendadak dan memperingatkan penduduk protokol keselamatan yang tepat, The Diplomat melaporkan.

China mengurutkan genom virus corona baru, menyebarkannya ke seluruh dunia (meskipun setelah penundaan awal), membangun rumah sakit, dan mengkarantina puluhan juta orang di banyak kota. Langkah-langkah kejam itu berhasil.

Perkiraan baru-baru ini menunjukkan bahwa China telah melewati puncak krisis. Singkatnya, taktik garis keras Xi menang, meski butuh pengorbanan.

Untuk satu hal, China pada dasarnya telah memimpin dunia dalam perang melawan pandemi ini. Model-model pendekatan China telah diekspor ke luar negeri ke Korea Selatan, Italia, Spanyol, serta Prancis, dan saat ini muncul di Amerika Serikat.

Baca juga: Kunjungan Xi Jinping ke Wuhan Gagal Pulihkan Kepercayaan pada Pemerintah

Sangat penting bahwa negara-negara Barat dan masyarakat demokratis secara lebih luas mengambil pedoman Partai Komunis dan menggunakan taktik yang sama-sama keras untuk mengamankan perbatasan mereka.

Penggunaan drone telah diadopsi oleh Eropa, serta pengawasan menjadi senjata utama dalam pandemi ini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memuji China dan upaya responsnya, mengatakan, “Kita akan melihat lebih banyak kasus di luar China sekarang (dan mungkin kematian) jika bukan karena upaya pemerintah China.”

Kesalahan di Barat hanya akan membuat respons China terlihat lebih berhasil jika dibandingkan, Thomas Reilly memaparkan.

Ketika situasi di negaranya mereda, China telah mulai memberi kembali. Sumbangan peralatan kesehatan penting telah mulai bergerak dari timur ke barat, sementara ekspatriat mulai berbondong-bondong kembali ke China, tampaknya puas untuk mengikuti langkah-langkah kejam yang diberlakukan di sana, sementara Barat bergulat memilih antara kebebasan atau pembatasan.

Berbeda sekali dengan krisis SARS 2003, ketika PKC (Partai Komunis China) dikritik karena tanggapan yang diselimuti kerahasiaan, China telah menghadirkan dirinya sebagai surga yang aman meskipun menjadi pusat pandemi, serta model yang akan ditiru.

Di dalam negeri, pemerintah dipuji atas tanggapan mereka. Xi telah mampu menunjukkan tangan yang stabil dan manajemen krisis yang efektif.

Selama virus masih menjadi ancaman potensial di luar negeri, pengawasan yang semakin meningkat tampaknya dapat diterima di dalam negeri, sementara metode tata kelola China telah memperoleh toleransi baru di luar negeri, Thomas Reilly menyimpulkan.

Walau mencari keuntungan politik di tengah krisis seringkali tidak bermoral, itu sering kali tak terhindarkan. Masih tetap ada pertentangan terhadap Beijing dan pemimpinnya, namun taktik Xi dalam mengamankan China telah memenangkan pujian.

 

Penerjemah dan editor: Aziza Fanny Larasati

Keterangan foto utama: Presiden China Xi Jinping melambaikan tangan dari dalam mobil selama parade militer yang menandai peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China pada Hari Nasional di Beijing, China, Selasa, 1 Oktober 2019. (Foto: Reuters/Thomas Peter)

COVID-19 dan Xi Jinping: Kemenangan Sang Pemimpin Kuat

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top