Akankah pandemi corona yang menyerang hampir seluruh negara di dunia termasuk Amerika, jadi alasan kuat buat Trump untuk menyerahkan kepemimpinannya? Pemilihan Presiden (Pilpres) sebentar lagi dan suami Melania itu dinilai gagal mengatasi corona di negaranya. Sementara, korban tewas di Amerika karena virus tersebut kian melonjak.
Meskipun peringkat persetujuan presiden selalu layak untuk ditonton, Maret secara tradisional adalah bulan di mana para ilmuwan dan pakar politik mulai memperhatikan mereka. Presiden yang memiliki peringkat persetujuan rendah pada Maret cenderung akan kehilangan elektabilitas dalam pemilihan mendatang. Sementara, mereka yang memiliki peringkat kuat biasanya menang dengan mudah.
Jadi di mana Donald Trump saat ini? Dalam jajak pendapat Gallup terbaru, yang diambil pada 17-28 Februari, 47 persen orang dewasa menyetujui pekerjaan yang dilakukan Presiden Amerika Serikat. Jajak pendapat Fox News dari pemilih terdaftar yang diambil pada 23-26 Februari memberinya peringkat persetujuan 47 persen yang identik. Sementara, survei Economist / YouGov daring awal Maret lalu mematok persetujuan Presiden sebesar 44 persen.
Mengingat pengalaman yang sudah-sudah, peringkat Barack Obama pada musim semi 2012 serupa dengan peringkat Trump. Dalam jajak pendapat Gallup akhir Februari-awal Maret 2012, 45 persen menyetujui dan 48 persen tidak setuju. Dia tidak mencapai 50 persen hingga awal September tahun itu. Dari awal Oktober hingga Hari Pemilihan, peringkatnya berkisar sekitar 50 persen.
Apakah persetujuan Trump akan naik, seperti yang Obama lakukan pada 2012 selama tahun pemilihan, ini masih harus dilihat.
Gallup baru-baru ini melaporkan, tahun ketiga Trump, rata-rata persetujuan kuartal ke-12 adalah yang terbaik sampai saat ini, tetapi mereka masih di antara yang terburuk untuk seorang Presiden AS pasca-Perang Dunia II. Kesenjangan partisan antara persetujuan Demokrat dan Republik dalam peringkat Trump terpaut curam: 82 poin. Ini adalah kesenjangan terbesar dalam sejarah Gallup. Dibanding dengan Obama tahun lalu yang mencapai 77 poin pada 2012.
Sementara itu, sebuah polling yang dirilis Fox News beberapa waktu lalu menunjukkan, mantan Wakil Presiden Joe Biden unggul sembilan poin dari Presiden Donald Trump secara nasional, dan keunggulannya di negara-negara bagian kunci bahkan lebih besar.
Biden memimpin Trump dengan 49-40, tidak jauh berbeda dengan margin sebulan yang lalu dalam jajak pendapat yang sama. Di negara-negara bagian utama, Biden unggul 25 poin, dengan perbandingan 57-32.
Trump telah berulang kali mengeluh tentang jajak pendapat Fox News, yang secara konsisten menunjukkan Biden unggul 11 poin secara nasional. Setelah jajak pendapat itu bulan lalu menunjukkan dia kalah sembilan poin, presiden menyebutnya “jajak pendapat terburuk.”
Lantas apakah ini berarti, sudah saatnya Trump perlu merelakan kursi kepresidenannya untuk diisi orang lain? Sebaliknya, apakah Biden sebagai orang yang digadang-gadang jadi rival terkuat Trump bisa mempertahankan perolehannya hingga pemilu nanti?
Ahli strategi Demokrat Joel Payne berpendapat, rekor jumlah pemilih di beberapa negara bagian yang Biden menangkan menunjukkan kesenjangan antusiasme itu tidak tepat.
“Indikator terbaik untuk Biden adalah statistik jumlah suara pemilih Demokrat yang besar di sejumlah negara bagian utama hingga awal Maret,” jelasnya, dilansir dari The Hill.
“Jumlah pemilih kami mirip dengan tingkat partisipasi yang terlihat di era Obama. Yang lebih mengesankan bagi Biden adalah lonjakan jumlah pemilih berasal dari pemilih tua dan pemilih di pinggiran kota. Itulah gelombang yang akan mengangkat Biden ke Gedung Putih.”
Penerjemah dan editor: Purnama Ayu Rizky
Keterangan foto utama: Di tengah tudingan kegagalan mengatasi corona, haruskah Presiden AS Donald Trump merelakan kursi kepresidenannya di Pilpres mendatang? (Foto: Reuters/Jonathan Ernst)