Keberhasilan China dalam perang rakyat melawan pandemi COVID-19 segera diikuti oleh diplomasi medis dengan mengirimkan para ahli dan peralatan ke negara-negara yang terdampak wabah di seluruh dunia. Siapakah sebenarnya sasaran di balik propaganda China tersebut?
Pada Minggu (22/3), Presiden Serbia Aleksandar Vučić menyambut tim medis China yang datang untuk membantu dalam perang melawan virus corona baru. Ia lantas terlihat mencium bendera China sebagai wujud terima kasihnya kepada negeri tirai bambu itu, yang segera diliput media pemerintah China dengan penuh sukacita.
Beginilah diplomasi masker China ketika sedang beraksi. China menawarkan bantuan dan nasihat medis kepada negara-negara di dunia yang terdampak pandemi COVID-19. China juga menyombongkan dan membandingkan upaya-upayanya dengan tanggapan Barat terhadap pandemi, dengan harapan tanggung jawabnya sendiri untuk membiarkan wabah menyebar sejak akhir 2019 akan diabaikan.
China sekarang memanfaatkan keberhasilannya dalam mengendalikan pandemi di dalam negeri. Peralatan propagandanya telah menggila, mencakup rencana untuk mendistribusikan ahli dan peralatan medis ke Spanyol, Prancis, dan Italia.
Haruskah kita khawatir? Natasha Kassam dari The Lowy Institute menulis di Nikkei Asian Review, tentu saja berpikiran demikian. Menurutnya, “Seluruh dunia yang berjuang dengan wabah membiarkan pesan ini tidak tertandingi.”
Kita seharusnya tidak mendorong naluri terburuk Partai Komunis China. Namun, Kassam melebih-lebihkan risiko versi sejarah China diterima secara luas, karena realitas sebenarnya jauh lebih beragam.
Bilahari Kausikan dari Nikkei Asian Review berpendapat, propaganda China tampaknya lebih berfokus secara internal daripada yang ditargetkan secara eksternal. Perhatian utama Partai Komunis China adalah senantiasa berupa stabilitas internal.
Keriuhan di internet menegaskan, sensor partai tidak dapat sepenuhnya menekan orang-orang China yang memahami pemimpin mereka telah mengacaukan respons awal terhadap wabah di Kota Wuhan. Rakyat China menanggung beban kesalahan dan respons drastis yang diperlukan untuk pulih dari krisis kesehatan tersebut.
Melimpahnya kesedihan, frustrasi, dan kemarahan spontan atas kematian Dr. Li Wenliang, yang merupakan salah satu orang pertama yang mencoba menarik perhatian pada virus corona baru dan dihukum atas upayanya, adalah kesaksian atas hal ini. Apakah pemulihan reputasi anumerta Dr. Li sepenuhnya meredakan emosi ini? Hal itu tampaknya meragukan.
Penyensoran partai yang diperketat dan nada memuji yang menggambarkan peran Presiden China Xi Jinping dalam perang rakyat melawan COVID-19 menunjukkan partai masih merasa tidak aman karena telah mengabaikan kesalahannya sejak awal.
Pada Minggu (29/3), Duta Besar China untuk Amerika Serikat Cui Tiankai, dalam sebuah wawancara dengan situs berita Amerika, menegaskan kecamannya terhadap teori konspirasi yang dengan gembira disebarkan oleh beberapa rekannya bahwa virus tersebut berasal dari laboratorium militer Amerika.
“Bagaimana kita bisa percaya semua hal gila ini?” tanya Cui retoris.
Namun, rekan-rekannya yang melewati batas, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian, menulis di Twitter tentang “hal gila” itu hanya beberapa jam sebelumnya, yang sekarang telah dihapus. Sejak itu Zhao tidak banyak bicara tetapi belum membantah klaim itu.
Pekerja medis yang mengenakan pakaian pelindung menari bersama para pasien di dalam Wuhan Parlor Convention Center yang telah diubah menjadi rumah sakit darurat setelah wabah virus corona baru di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, 15 Februari 2020. (Foto: Reuters/China Daily)
Beragam pernyataan berlawanan menunjukkan bahkan kepemimpinan China tidak saling sependapat. Tidak semua orang di China menerima propaganda Partai Komunis China, jadi mengapa kita harus berasumsi pihak lain orang lain akan menerimanya juga?
Ada alasan lain penulisan ulang sejarah ini tidak akan memberi China narasi kemenangan murni. Pemulihan China dari pandemi COVID-19 belum sepenuhnya lengkap kecuali ekonominya pulih juga dan memastikan stabilitas sosial, yang merupakan perhatian serius bagi Partai Komunis China.
Namun, China tidak dapat pulih secara ekonomi kecuali Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang pulih, karena mereka ialah pembeli barang-barangnya. Jika propaganda diplomasi medis kali ini ditujukan untuk memproyeksikan China sebagai kekuatan tunggal, kenyataannya jauh lebih beragam. Kontraksi berturut-turut di China, Eropa, dan AS meningkatkan kemungkinan resesi global yang tidak akan meninggalkan China tanpa cedera sama sekali, bahkan setelah China memenangkan pertarungan dengan pandemi COVID-19.
Perang dagang AS-China, protes Hong Kong, dan persekusi terhadap minoritas Muslim Uighur di Xinjiang menghapuskan kisah kejayaan China bahkan sebelum pandemi. Liabilitas investasi China melalui infrastruktur Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) sudah semakin jelas.
Tidak ada pihak yang akan berhasil menghindari China. Namun, akankah keberhasilan China dalam menangani wabah virus corona baru dapat sementara menghapus kehati-hatian dalam berurusan dengan pengaruh China yang muncul di banyak negara?
Selanjutnya terdapat faktor-faktor di luar kendali China. Penyebutan Presiden AS Donald Trump terhadap SARS-CoV-2 sebagai “virus China” merupakan tindakan rasis dan tidak dapat diterima, tetapi frase itu mungkin melekat di benak orang-orang meskipun mereka tidak berani menyuarakan pemikiran itu. Lagipula, lebih dari seabad kemudian, dunia masih menyebut pandemi 1918 sebagai “Flu Spanyol”, yang nyatanya tidak berawal dari Spanyol sama sekali.
Bilahari Kausikan dari Nikkei Asian Review menyimpulkan, tindakan China mengklaim kemenangan tidak dapat dipisahkan dengan rapi dari menerima tanggung jawab atas segala hal yang buruk maupun yang baik. Dampak baik adalah tandingan yang tak terhindarkan bagi dampak buruk, yang dapat muncul sewaktu-waktu di bawah tekanan.
Oleh karena itu, dunia tidak boleh melebih-lebihkan kekuatan propaganda China. Semakin China membangun keberhasilannya, semakin keras kemungkinan serangan balik terhadapnya.
Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari
Editor: Purnama Ayu Rizky
Keterangan foto utama: Presiden China Xi Jinping di Wuhan. (Foto: Xinhua)
Diplomasi Medis China: Upaya Yakinkan Rakyat Sendiri, Bukan Dunia