Perang Dagang AS-China
Global

Imbas COVID-19 pada Perang Dagang AS-China

Berita Internasional > Imbas COVID-19 pada Perang Dagang AS-China

Perwakilan perdagangan AS telah membebaskan tarif tambahan untuk masker, pakaian pelindung medis, dan beberapa barang lainnya dari China. Konsumen dan organisasi perdagangan AS telah menekan Gedung Putih untuk mencabut semua tarif yang dikenakan pada barang-barang China senilai US$420 miliar sejak perang dagang AS-China dimulai. Namun, langkah itu diklaim hanya akan membuat China lebih kuat.

Pandemi COVID-19 telah mengubah dunia secara drastis. Tak lama setelah China mengalami wabah, seluruh dunia berada di bawah pengaruh penyebaran virus yang semakin merajalela. Total kasus di luar China telah melampaui 777 ribu pada 31 Maret.

Di AS, jumlah kasus telah melonjak, dengan 189.035 total kasus dan jumlah kasus baru setiap harinya telah melebihi 20 ribu. Negara itu telah diberi label oleh Organisasi Kesehatan Dunia sebagai pusat pandemi baru.

Baca juga: Perang Dagang AS-China Persiapkan Perusahaan Hadapi Virus Corona

Pandemi menyeret dunia ke dalam resesi

Wabah ini telah menjadi pukulan bertubi-tubi bagi ekonomi dunia. Pasar saham Wall Street anjlok hingga lebih dari 30 persen. Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan pada 24 Maret menurunkan perkiraan pertumbuhan PDB dunia 2020 menjadi -1,5 persen, dari 0,4 persen pada seminggu sebelumnya.

Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan pada 23 Maret, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020 akan minus, sama atau bahkan lebih buruk dari krisis keuangan global 2008. Data pengangguran AS melonjak menjadi 3,28 juta selama 16-21 Maret.

Saint Louise Federal Bank memperkirakan penurunan PDB 50 persen selama kuartal kedua dengan tingkat pengangguran 32,1 persen. Ekonom Morgan Stanley memperkirakan penurunan 30,1 persen dalam PDB di kuartal kedua. Kedua angka itu bahkan lebih tinggi daripada Depresi Hebat (Great Depression) terjadi pada 1930-an.

Federal Reserve telah mengerahkan semua persenjataannya untuk melawan keruntuhan pasar saham, termasuk penurunan suku bunga menjadi nol dan pembelian besar-besaran saham dan obligasi perusahaan.

Kongres AS telah mengesahkan dana penyelamatan senilai dua triliun dolar AS untuk rumah tangga, industri besar, usaha kecil, layanan medis, dan dukungan pekerjaan.

Sementara langkah-langkah moneter dan fiskal akan membantu menenangkan pasar dan orang-orang, sekaligus meredam dampak COVID-19 pada ekonomi, langkah-langkah itu bukan faktor penentu. Prospek ekonomi AS akan sangat tergantung pada seberapa lama dan parahnya pandemi.

Karena sempat terlambat dalam memberlakukan karantina dan telah menjadi pusat pandemi global baru, penyebaran virus di AS tampaknya akan berlanjut selama beberapa minggu sebelum mencapai puncaknya.

Dengan demikian, resesi yang mendalam tidak diragukan lagi akan berlanjut hingga paruh kedua tahun 2020, yang diiringi dengan penurunan tajam dalam produksi, konsumsi, investasi, dan pekerjaan.

Konflik AS-China memanas

Perdagangan dan investasi bilateral AS-China mengalami kemunduran serius pada 2019 akibat perang dagang yang diluncurkan AS.

Menurut data Bea Cukai China yang dilansir dari CGTN, perdagangan dua arah dengan AS pada 2019 turun menjadi US$541,22 miliar, turun 14,6 persen dari 2018. Sementara itu, ekspor China ke AS turun 12,5 persen dan impor 20,9 persen.

Data resmi AS menunjukkan perdagangan barang AS-China pada 2019 turun 15,3 persen dibanding 2018, dengan ekspor AS ke China turun 11,3 persen dan impor dari China 16,2 persen.

Seminggu sebelum COVID-19 merebak di Wuhan, China dan AS menandatangani perjanjian perdagangan fase satu. Perjanjian itu menandai gencatan senjata sementara dalam perang dagang.

Segera setelah gencatan senjata tersebut, wabah COVID-19 tiba-tiba melanda dan melumpuhkan seluruh China. Pemerintah AS, alih-alih mengungkapkan simpati dan dukungan, langsung menjelekkan dan menyerang China.

Baik Presiden Trump dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menyebut virus corona sebagai “virus China” dan “virus Wuhan” berulang kali. Pompeo bahkan tetap menggunakan sebutan “virus Wuhan” dalam komunike akhir G7 dan resolusi Dewan Keamanan PBB.

Setelah perjanjian fase satu itu, AS telah menghabiskan waktu dan upayanya untuk menahan dan menentang China sebagai pesaing strategisnya di bidang politik, ekonomi, dan militer dan di arena internasional. Perkembangan terakhir menunjukkan konflik perdagangan bilateral China-AS tidak mereda setelah perjanjian fase satu, tetapi mereka hanya melanjutkan dalam mode yang berbeda.

Akankah AS pangkas tarif untuk barang-barang China?

Xi Jinping

Presiden AS Donald Trump berbincang dengan Presiden China Xi Jinping saat upacara penyambutan di Aula Besar Rakyat di Beijing pada 9 November 2017. (Foto: AP Photo/Andy Wong, File)

Perwakilan perdagangan AS telah membebaskan tarif tambahan untuk masker, pakaian pelindung medis, dan beberapa barang lainnya dari China. Konsumen dan organisasi perdagangan AS telah menekan Gedung Putih untuk mencabut semua tarif yang dikenakan pada barang-barang China senilai US$420 miliar sejak perang dagang dimulai.

Namun, Ketua Perwakilan Perdagangan AS Robert Lighthizer dan Penasihat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro menolak tegas, mengklaim itu hanya akan membuat China lebih kuat.

Sementara resesi semakin menghantui, ada kemungkinan Perwakilan Perdagangan AS harus memotong atau mencabut tarif tambahan untuk barang-barang China tertentu. Namun, untuk alasan berikut, yang dikemukakan oleh He Weiwen di CGTN, tidak berarti ada perubahan dalam kebijakan perdagangan China-nya. Sebaliknya, itu akan menjadi konsesi untuk virus, bukan China, dan hanya bersifat sementara. Setelah resesi surut, tarif akan dilanjutkan.

Pertama, Perwakilan Perdagangan AS bersikeras untuk mempertahankan senjata tarifnya dalam perundingan perjanjian fase dua dengan China. Dalam siaran persnya mengenai pedoman perundingan fase dua, yang dikeluarkan pada 6 Maret, Perwakilan Perdagangan AS mengklaim tarif barang-barang China telah terbukti efektif dan akan tetap diberlakukan.

Kedua, menjelang pilpres akhir tahun ini, tampaknya tidak akan ada ruang bagi Trump untuk mengadakan konsesi perdagangan dengan China.

Baca juga: [INFOGRAFIK] Lini Masa Perang Dagang AS-China

Ketiga, AS telah menemukan pasokan alternatif untuk barang-barang China sampai batas tertentu. Untuk 2019, impor komputer dan elektronik AS dari China turun US$87,43 miliar, tetapi meningkat US$45,07 miliar dari pemasok pengganti. Impor peralatan listrik, mesin, dan pakaian jadi dari China masing-masing turun US$7,36 miliar, US$5,80 miliar, dan US$2,92 miliar, tetapi meningkat US$6,47 miliar, US$7,04 miliar, dan US$2,39 miliar, masing-masing, dari pemasok pengganti.

Kemungkinan peningkatan proteksionisme

Dari pengalaman Depresi Hebat tahun 1930-an dan krisis keuangan global 2008, proteksionisme AS cenderung meningkat selama resesi. Ketika resesi saat ini berlangsung, pemerintahan Trump, yang sudah cukup proteksionis terhadap perdagangan, sangat mungkin akan melanjutkan kebijakan dan tindakan proteksionisnya. Itu dilakukan untuk menangkal kompetisi asing demi menyelamatkan pekerjaan di dalam negeri.

China membutuhkan upaya keras di dua arena yang berbeda, menurut Weiwen. Di satu sisi, China perlu menjaga hubungan perdagangan yang normal dengan AS, terutama mempromosikan perdagangan dan investasi dengan negara bagian AS dan komunitas bisnisnya.

Di sisi lain, China harus bersiap untuk skenario terburuk dari perang dagang baru dan proteksionisme. China juga perlu melawan balik untuk membela kepentingan inti China.

 

Penerjemah: Nur Hidayati

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Ilustrasi perang perdagangan Amerika Serikat-China di tengah corona. (Foto: iStock)

Imbas COVID-19 pada Perang Dagang AS-China

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top