Kasus Corona Italia
Eropa

Kasus Corona Italia Mereda, Kapan Segalanya Kembali Normal?

Sebuah rute kereta menuju Roma tampak sepi seiring Italia berjuang membendung persebaran virus corona, di Bologna, Italia, Minggu, 8 Maret 2020. (Foto: Reuters/Alberto Lingria)
Berita Internasional > Kasus Corona Italia Mereda, Kapan Segalanya Kembali Normal?

Lockdown Italia secara nasional mulai menunjukkan tanda-tanda berhasil. Jumlah kasus virus corona masih meningkat, tetapi mengalami laju terendah sejak wabah dimulai. Satu yang muncul di benak banyak orang, kapan ini semua akan berakhir dan segalanya kembali normal?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut perlambatan kasus corona Italia menggembirakan. Kepala kesehatan di wilayah yang paling terpukul itu mengatakan ada titik terang.

Meski begitu, godaan bagi negara yang terkurung dan tertekan adalah untuk menyebutnya sebagai tanda pertama bahwa krisis pada akhirnya bisa mereda, tulis Chico Harlan dan Stefano Pitrelli di The Washington Post.

Baca juga: Kenapa Kasus Corona di Italia Bisa Meningkat Pesat?

Namun walau Presiden AS Donald Trump telah berbicara tentang menghidupkan kembali ekonomi AS sebelum Paskah, Italia tidak menetapkan jadwal seperti itu, dan para ahli mengatakan negara itu masih menghadapi risiko berlanjutnya virus corona yang mematikan.

Italia adalah negara Barat pertama yang menghadapi wabah massal dan memerintahkan lockdown. Namun Italia sekarang berada di garis depan dalam membuat perhitungan yang lebih rumit: mencari tahu berapa lama lockdown harus berlangsung.

“Jika kita melonggarkan (pembatasan) terlalu dini, kita berisiko membahayakan semua hasil,” ujar Roberto Burioni, seorang profesor mikrobiologi dan virologi di Universitas Vita-Salute San Raffaele di Milan kepada The Washington Post. “Rekomendasi saya adalah: jangan mengejar angan-angan. Anda harus menghadapi kenyataan dari lockdown yang diperpanjang.”

Para pramusaji berjaga di sebuah restoran yang tampak kosong di St. Mark’s Square yang biasanya dipadati pengunjung, ketika Italia berjuang membendung persebaran virus corona, di Venesia, Italia, 27 Februari 2020. (Foto: Reuters/Manuel Silvestri)

Secara resmi, lockdown Italia (yang membatasi pergerakan orang di luar rumah mereka, termasuk penutupan restoran dan toko ritel) seharusnya berakhir pada 3 April. Namun pemerintah telah mengisyaratkan bahwa langkah-langkah itu pasti akan diperpanjang, sesuatu yang tidak mengejutkan bagi kebanyakan orang di negara tersebut.

Sebagai cara untuk mencegah potensi kegelisahan, Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte mengatakan minggu ini bahwa ia meningkatkan denda, dari 400 euro menjadi 3.000 euro (sekitar Rp7 juta hingga Rp53 juta), untuk orang-orang yang meninggalkan apartemen atau rumah mereka tanpa alasan yang sah.

Denda masih lebih mahal untuk orang-orang yang menggunakan kendaraan yang melanggar lockdown. Orang-orang yang pergi ke luar setelah dites positif terkena virus corona bisa menghadapi hukuman lima tahun penjara.

Conte tidak merinci berapa lama lockdown itu akan berlangsung, meskipun ia menolak rumor di media berita Italia bahwa itu mungkin akan diperpanjang hingga akhir Juli.

“Kami sebenarnya yakin bahwa jauh sebelum tenggat waktu hipotetis ini, kami benar-benar dapat kembali ke kebiasaan hidup kami,” ucapnya, dikutip The Washington Post.

Beberapa ahli virologi mengatakan, alih-alih tanggal akhir, Italia dan negara-negara lain harus melonggarkan pembatasan secara bertahap, seperti yang coba dilakukan China. Namun, ada banyak ketidakpastian yang dapat memengaruhi kapan mulai mengurangi pembatasan, termasuk apakah virus akan berkurang selama bulan-bulan yang lebih panas dan lebih lembab.

Bahkan ukuran wabah Italia tidak diketahui. Para pejabat pemerintah dan para ahli mengatakan, karena keterbatasan dalam pengetesan, penyebaran virus corona bisa secara signifikan lebih besar dari data resmi yang ditunjukkan.

Andrea Crisanti, seorang ahli virologi yang menasihati wilayah Veneto, mengatakan negara itu harus melakukan pengujian granular untuk virus (di beberapa wilayah geografis) untuk lebih menghitung ukuran sebenarnya dari wabah dan kemudian menentukan secara lebih akurat bagaimana itu berubah.

“Anda secara agresif mengetes sebagian besar populasi di beberapa daerah yang terinfeksi sebelum Anda dapat mempertimbangkan untuk mengubah lockdown,” ucap Crisanti kepada The Washington Post. “Lalu, Anda mungkin mulai membuka beberapa pabrik, mengetes semua orang. Saya tidak berpikir pencabutan karantina akan dilakukan sekaligus.”

Dalam 4,5 minggu sejak Italia mendeteksi tanda-tanda pertama wabah, negara tersebut telah kehilangan lebih dari 8.000 orang karena virus corona. Tingkat penyebaran tampaknya melambat, dengan kasus-kasus yang tumbuh hari demi hari pada minggu ini sekitar 8 persen, dibandingkan dengan 20 persen dua minggu lalu.

Namun jumlah korban harian masih mencengangkan. Pemerintah Italia pada Kamis (26/3) melaporkan bahwa 662 orang telah meninggal dalam 24 jam sebelumnya. Kantor berita Reuters menyatakan bahwa pemerintah telah menghapus 50 kematian di satu wilayah dan jumlahnya seharusnya lebih tinggi.

Baca juga: Kasus Corona Melonjak Tajam di Eropa, Italia Terparah

Meskipun sebagian besar dari kematian itu terjadi di utara, rasa ngeri nasional telah membantu penegakan pembatasan. Lockdown telah mendapat dukungan luas: antara 76 hingga 90 persen menyetujui tindakan tersebut, menurut berbagai jajak pendapat.

Oposisi utama Italia, Liga sayap kanan, memiliki benteng di utara, daerah yang paling parah dihantam oleh virus corona. Gubernur regional liga di utara menuduh Conte terlambat memerintahkan lockdown dan awalnya mengizinkan terlalu banyak celah.

Secara politis, itu berarti Conte tidak menghadapi banyak tekanan untuk menghilangkan pembatasan sebelum waktunya. Namun masyarakat Italia (yang berada ‘di bawah tahanan rumah’ secara de facto selama lebih dari dua minggu), tentu saja ingin kembali ke kehidupan normal.

Di tempat lain, Hong Kong, Singapura, dan Taiwan awalnya tampak telah mengendalikan penyebaran virus corona, tetapi mereka kembali mengalami peningkatan infeksi.

“Risikonya adalah perasaan emosional menang dan membuat orang mengatakan, ‘Segalanya membaik, mari singkirkan semua kesedihan ini,'” ucap Paolo Cruciani, seorang pensiunan profesor psikologi dan mantan wakil ketua asosiasi psikolog di wilayah Lazio Italia kepada The Washington Post.

“Lalu, boom, virus kembali. Cara untuk mencegah ini adalah komunikasi massa yang dipertimbangkan dengan cermat untuk memperkuat visi rasional mereka. Ini saat yang sulit: orang tidak sabar untuk semua ini berakhir.”

 

Penerjemah dan editor: Aziza Fanny Larasati

Keterangan foto utama: Sebuah rute kereta menuju Roma tampak sepi seiring Italia berjuang membendung persebaran virus corona, di Bologna, Italia, Minggu, 8 Maret 2020. (Foto: Reuters/Alberto Lingria)

Kasus Corona Italia Mereda, Kapan Segalanya Kembali Normal?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top