Perang Dagang
Global

Mampukah Pandemi COVID-19 Redakan Ketegangan AS-China?

Berita Internasional > Mampukah Pandemi COVID-19 Redakan Ketegangan AS-China?

Dengan latar belakang tarif, persaingan teknologi 5G, dan melemahnya diplomasi, pandemi COVID-19 mungkin menjadi kesempatan langka bagi Amerika Serikat dan China untuk bersatu jika kedua negara dapat mempertimbangkan manfaatnya.

Seiring COVID-19 menyebar ke seluruh dunia, pandemi kali ini menjadi pengingat yang mengejutkan tentang betapa dunia saling terkait satu sama lain. Virus corona baru telah bergerak di sepanjang rantai pasokan global dan dapat dihentikan hanya dengan kerja sama global.

Namun, perang retorika antara para pejabat Amerika Serikat dan China pada Maret 2020 menunjukkan bagaimana pandemi kali ini dapat memunculkan wajah yang terburuk dari kedua negara. Sementara retorika telah sedikit mereda, sekarang ada celah bagi AS dan China untuk berubah arah. Mereka harus bertindak cepat, terutama dalam kerja sama untuk mengembangkan vaksin, memperbanyak peralatan medis yang menyelamatkan nyawa, dan menjaga rantai pasokan global vital tetap terbuka.

Baca Juga: Tentang Corona dan Kebohongan Partai Komunis China

Hubungan AS-China telah memburuk jauh sebelum ditemukannya virus misterius di Kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Gesekan antara keduanya meningkat karena pertikaian lama seperti Taiwan dan Laut China Selatan. Ketidaksepakatan lain, seperti tentang hak asasi manusia, pencurian siber, dan masa depan Hong Kong telah bertahan atau memburuk. Saling berbalas tarif selama perang dagang 18 bulan telah berhenti tetapi belum berakhir, sementara pertempuran kejam untuk keunggulan di bidang-bidang seperti 5G dan kecerdasan buatan, hingga pengusiran wartawan telah bertepatan dengan runtuhnya dialog yang rutin terjadi antara kedua pemerintah.

Dengan demikian, tidak mengherankan ketika COVID-19 muncul, wabah itu akan sangat dipolitisasi oleh kedua negara. Sekutu dekat Presiden AS Donald Trump mengklaim virus itu dibuat oleh China di laboratorium biokimia di Wuhan. Seorang juru bicara pemerintah China membalas, penyakit itu dibawa ke Wuhan lewat kunjungan personel Angkatan Darat AS. Seorang pejabat senior Amerika secara terbuka menyerukan krisis kesehatan ini akan membawa pekerjaan manufaktur kembali ke Amerika Serikat.

Ketika wabah menyebar di California dan New York, para pejabat China dengan bangga mensyukurinya. Tuduhan menutup-nutupi dan ketidakmampuan pemerintah dilontarkan untuk menjelekkan satu sama lain dan menunjukkan sistem mereka masing-masing lebih efektif untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh pandemi.

Ini adalah kontes tanpa pemenang. Propaganda dan saling menuduh tidak akan mengalahkan virus corona baru atau membendung ancaman resesi global. Permainan saling menyalahkan yang dimainkan antara dua kekuatan utama dunia tersebut menimbulkan konsekuensi di dunia nyata.

Veteran duta besar China untuk Amerika Serikat Cui Tiankai tampaknya menjauhkan diri dari teori konspirasi kawan-kawannya dalam sebuah wawancara di Axios baru-baru ini. Ia diam-diam mengakui hubungan AS-China sangat membutuhkan eskalasi, bukan saling kecaman. Dia mungkin hanya menyediakan celah yang dibutuhkan kedua belah pihak untuk menjalin hubungan yang lebih baik pada saat kritis.

Secara global, sekarang ada lebih dari 1,2 juta kasus COVID-19 dan lebih dari 70.000 kematian. Berbagai upaya terus dilakukan untuk perbaikan perawatan kesehatan dan vaksinasi, sementara ada kebutuhan yang mendesak di hampir setiap negara untuk persediaan peralatan medis. Secara bersamaan, penguncian wilayah telah menyebabkan hilangnya jutaan pekerjaan di seluruh dunia. ratusan juta orang diperkirakan akan terkena dampaknya ketika seluruh industri memperketat bisnis mereka.

Antara kedua negara, China dan Amerika Serikat memiliki modal dan sumber daya manusia yang luas. Untuk mencegah keruntuhan ekonomi global dan membantu penelitian medis demi menyelamatkan nyawa dengan cepat, keduanya harus bersatu sekarang, melalui kolaborasi bilateral dan dalam memimpin respons global yang lebih efektif.

Tidak diragukan lagi, kerja sama medis jelas diutamakan. Menurut analisis Wendy Cutler dan Daniel Russel dari Foreign Policy, kedua negara harus segera mulai bekerja sama untuk mengembangkan dan melakukan uji klinis untuk vaksin dan perawatan COVID-19. Program bantuan teknis Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS pada penyakit menular di China, yang secara dramatis diperkecil pada 2018 akibat pemotongan anggaran, harus dipulihkan dan diperluas.

Perang Dagang

Bendera China dan AS berkibar di dekat The Bund, sebelum delegasi perdagangan AS bertemu rekan-rekan China mereka untuk mengadakan perundingan di Shanghai, China, 30 Juli 2019. (Foto: Reuters/Aly Song)

Baca Juga: Diplomasi Medis China: Praktik Liar Jual-Beli dan Kenaikan Harga

Demikian juga pekerjaan di bawah nota kesepahaman 2016 ketika kedua negara sepakat untuk memberikan pelatihan kesehatan publik dan pengendalian penyakit di Afrika. Di benua itu, dalam beberapa bulan terakhir Amerika Serikat telah berusaha untuk memblokir China membangun markas besar Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Afrika. Terakhir, Amerika harus mengundang China untuk bersama-sama memimpin gugus tugas penanganan COVID-19 di bawah Agenda Keamanan Kesehatan Global (GHSA), inisiatif multilateral publik-swasta yang berfokus pada memerangi penyakit menular.

Namun, meningkatkan penelitian tanpa memulihkan rantai pasokan tidaklah masuk akal untuk dilakukan. Kedua negara harus membuat pengecualian tarif secara permanen yang telah mereka berikan saat mencabut tarif yang tersisa yang terkait dengan respons medis dan kemanusiaan terhadap pandemi COVID-19, seperti alat monitor pasien dan cairan pembersih tangan. AS dan China harus memimpin negara-negara G20 dalam berjanji untuk tetap membuka rantai pasokan mereka dan tidak memberlakukan pembatasan ekspor atau impor pada peralatan dan pasokan medis yang diperlukan.

Sebagai tuan rumah tahun ini dari pertemuan kelompok ekonomi maju G7, Amerika Serikat harus mengundang China untuk bergabung dalam pertemuan virtual untuk mengoordinasikan strategi untuk membatasi kerusakan akibat COVID-19 dan mempersiapkan pemulihan ekonomi dengan cepat. Kurangnya transparansi pemerintah China, pengadilan yang dipolitisasi, dan gaya kapitalisme otoriternya secara efektif mengesampingkan keanggotaan G7 reguler. Namun, selama krisis ini, skala ekonomi China membuatnya berharga untuk dilibatkan dalam pertemuan untuk mengoordinasikan kebijakan fiskal, ekonomi, dan terkait kesehatan.

Amerika Serikat sejak lama telah memperingatkan ancaman diplomasi perangkap utang China dalam proyek-proyek Inisiatif Sabuk dan jalan (BRI) China, yang telah menempatkan beban utang yang besar pada negara-negara berkembang, melebihi 15 persen dari PDB di negara-negara termasuk Kamboja dan Ethiopia. Saat ini, meskipun terdapat ancaman krisis kesehatan dan ekonomi global goyah, mereka harus melunasi utang dan membayar proyek-proyek yang tidak mampu lagi dipenuhi oleh pemerintah mereka.

AS harus bekerja dengan Dana Moneter Internasional (IMF), Uni Eropa, dan Jepang untuk membantu China menyusun pengaturan untuk meringankan atau menghapuskan utang besar di negara-negara berkembang yang paling rentan. Amerika dapat membantu melengkapi kembali proyek-proyek yang ada untuk membangun infrastruktur kesehatan masyarakat yang sangat dibutuhkan, khususnya mengingat kekuatan AS dalam layanan medis, perangkat lunak, dan obat-obatan perjalanan.

Langkah yang lebih kecil tetapi tidak kalah penting dalam mitigasi krisis adalah bagi China untuk mengembalikan kepercayaan kepada jurnalis Amerika yang bekerja untuk kanal media AS utama di negara itu. Pada Maret 2020, China mengatakan akan mengeluarkan wartawan sebagai balasan atas pembatasan Amerika untuk visa bagi wartawan media negara China. Namun, sangat penting saluran diplomatik, bukan saling berbalas, yang digunakan untuk mengatasi keluhan China. Aliran bebas informasi yang dapat dipercaya sangat penting dalam menghadapi krisis.

Langkah-langkah yang disarankan tersebut, meskipun sederhana, akan bermanfaat dalam mengubah arah negatif hubungan Amerika Serikat-China. Kedua negara memiliki berbagai perwakilan kompeten dan berpengalaman yang didukung oleh para staf profesional. Titik awal yang baik adalah bagi kedua tim untuk menyepakati menu opsi untuk kerja sama bilateral yang dapat dibahas oleh para pemimpin.

Aksi bersama akan memungkinkan kedua negara untuk menunjukkan kepemimpinan pada saat yang kritis dalam sejarah, ketika banyak negara kecil semakin rentan. Masing-masing dari langkah-langkah tersebut dapat membangun kepercayaan yang dibutuhkan antara China dan AS, sehingga menetapkan panggung untuk kemajuan dalam masalah-masalah lain. Amerika dan China tidak perlu menjadi teman baik, Wendy Cutler dan Daniel Russel dari Foreign Policy menyimpulkan, tetapi mereka dapat menunjukkan krisis juga dapat menampilkan sisi yang lebih baik dari kedua negara.

 

Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping pada 2017. (Foto: Agence France-Presse/Getty Images/Nicolas Asfouri)

Mampukah Pandemi COVID-19 Redakan Ketegangan AS-China?

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top