RKUHP
Berita Politik Indonesia Hari Ini

Penyebaran Corona Indonesia, Kegiatan Agama Picu Kematian Tertinggi

Berita Internasional > Penyebaran Corona Indonesia, Kegiatan Agama Picu Kematian Tertinggi

Tingkat kematian nasional Indonesia akibat pandemi COVID-19 yang relatif tinggi di Asia tidak menghentikan ritual ibadah umat beragama yang berperan utama dalam menyebarkan infeksi virus corona baru.

Indonesia yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia kini diketahui sangat rentan terpapar virus corona baru karena keintiman sosial yang sejalan dengan ritual peribadatan komunal dan interaksi harian setiap keluarga besar.

Seruan pemerintah Indonesia agar masyarakat mempraktikkan “jaga jarak” (social distancing) menjadi konsep yang sulit dipahami ketika virus terus menyebar ke seantero Tanah Air melalui penularan di komunitas yang pada akhirnya memicu tingkat kematian yang luar biasa tinggi.

Infeksi COVID-19 yang telah terkonfirmasi di seluruh Indonesia kini meningkat menjadi 450 kasus, meski negara ini masih berada di urutan kedua setelah Malaysia di antara negara-negara Asia Tenggara. Dengan enam kematian lainnya yang dilaporkan pada 21 Maret 2020, jumlah keseluruhan korban jiwa akibat infeksi virus menjadi 38. Indonesia pun menunjukkan kematian terbanyak ketiga di Asia setelah China dan Korea Selatan.

Baca Juga: Obat Ajaib Penyembuh Corona di China Buatan Kuba

Pekan lalu, The Johns Hopkins Center for Health Security menempatkan angka kematian Indonesia lebih dari 8 persen, tertinggi di dunia di atas Italia, Iran, China, Jepang, dan Spanyol yang menunjukkan lebih banyak kasus infeksi.

Asia Times mencatat, perbandingan itu kemungkinan tidak berarti di Indonesia, negara terpadat keempat di dunia dengan 88 persen penduduk merupakan umat Muslim. Menurut harian Inggris The Independent, hingga seperempat dari 55 warga Inggris yang meninggal karena penyakit COVID-19 adalah umat Muslim, yang hanya menyusun minoritas 5 persen populasi.

Pemerintah Indonesia juga harus berurusan dengan perilaku tak terduga dari warga negara yang menunjukkan beragam reaksi berbeda. Sebagian orang Indonesia berusaha keras untuk melindungi diri dari paparan virus, sementara yang lain tampaknya bersikap masa bodoh dan tidak peduli.

Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo telah mendesak orang-orang untuk “bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah.” Namun, banyak orang Indonesia yang mengabaikan seruan itu akhir pekan lalu dan justru berduyun-duyun berlibur di pantai Ancol Jakarta dan resort pegunungan populer Puncak di selatan ibu kota.

Dalam beberapa hari terakhir, ribuan warga Indonesia dari kalangan berpunya telah mengosongkan rak-rak toko ritel besar yang menjual bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari lainnya, sementara banyak supermarket di pinggiran kota hampir sepi pelanggan.

Dengan penguncian wilayah (lockdown) yang masih belum benar-benar dipertimbangkan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menyatakan keadaan darurat untuk dua minggu berikutnya. Anies mendesak penutupan semua bisnis yang tidak penting, membatasi transportasi umum, serta menutup semua bar, spa, bioskop, dan pusat hiburan lainnya untuk sementara.

Pada Selasa (17/3), Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa umat Muslim yang tinggal di daerah-daerah di mana pandemi COVID-19 merajalela bebas dari kewajiban salat Jumat.

“Fatwa itu harus menjadi panduan bagi pemerintah untuk mengambil tindakan dan memetakan daerah-daerah di mana penyakit ini telah menyebar tanpa terkendali,” tutur ketua komisi fatwa Hasanuddin Abdul Fatah.

“Pemerintah memiliki kompetensi dan otoritas dalam hal ini,” sambungnya.

Fatwa itu tidak memberlakukan larangan secara nasional. Umat Muslim masih bisa melakukan salat Jumat di masjid-masjid di daerah yang “kurang terpengaruh” oleh wabah virus corona baru. Namun, respons pemerintah yang lambat dan kurangnya tes infeksi corona membuat daerah-daerah semacam itu sulit untuk ditentukan.

Di Jakarta, di mana 70 persen kematian dan 60 persen dari keseluruhan kasus telah dilaporkan, Anies melangkah lebih jauh dari MUI dan berusaha untuk melarang semua ibadah keagamaan komunal selama dua minggu ke depan, termasuk salat Jumat dan kebaktian Minggu gereja.

Surat kabar Tempo edisi 20 Maret 2020 memuat tajuk “Ibadah di Rumah” dan karikatur raksasa Gubernur Anies yang memukul bedug yang digunakan sebagai pengiring azan.

Khilafah Versi FPI

Seorang pria dalam seragam FPI menyaksikan shalat malam yang dilaksanakan di masjid nasional Indonesia di Jakarta pada bulan Juni. (Foto: The Wall Street Journal/Muhammad Fadli)

Baca Juga: Nasib Miris Pengungsi di Tengah Wabah Corona

Banyak masjid di Jakarta tampaknya mematuhi larangan tersebut. Di Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur yang terkenal dipadati pemeluk Muslim taat, misalnya, seruan azan melalui pengeras suara masjid diikuti oleh instruksi untuk salat di rumah.

“Nabi Muhammad pernah bersabda tentang situasi pandemi,” seru pengumuman itu. “Jika Anda mendengar adanya wabah di suatu wilayah, jangan masuk ke sana. Jika wabah itu pecah di tempat Anda berada, jangan jangan tinggalkan tempat itu.”

Namun, tidak semua orang Indonesia patuh. Masjid kedua di daerah yang sama tetap melaksanakan salat Jumat berjamaah tanpa upaya apa pun oleh otoritas untuk menghentikannya. Masjid lain yang lebih dekat dengan pusat kota Jakarta yang condong ke arah konservatisme radikal dalam beberapa tahun terakhir juga mengadakan salat Jumat seperti biasa.

Enggan memerintahkan tindakan-tindakan yang lebih ketat karena potensi dampak sosial dan ekonominya, Jokowi kini telah mengarahkan kampanye uji-cepat corona habis-habisan. Tindakan itu telah lama disebut para ahli sebagai satu-satunya cara untuk mengetahui seberapa jauh pandemi COVID-19 telah menyebar di negara kepulauan yang berpenduduk 273 juta jiwa ini.

Tes cepat corona diharapkan dapat menjangkau bagian yang lebih luas dari populasi karena hanya memerlukan serum darah sebagai sampel dan dapat dilakukan di semua laboratorium medis. Namun, pencegahan penyebaran infeksi virus masih membutuhkan langkah-langkah tindak lanjut yang efektif termasuk isolasi untuk kasus-kasus positif dan pelacakan kontak secara ekstensif.

Para pejabat Indonesia awalnya meyakinkan diri sendiri, virus corona baru tidak akan begitu ganas di iklim tropis. Sementara gagasan itu mungkin valid sampai batas tertentu, argumen itu justru menyebabkan rasa puas diri dan dalam beberapa kasus mengarah pada pernyataan konyol dan menyesatkan para pejabat.

Mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo telah menjadi sasaran cemooh setelah menulis secara tidak logis di Twitter. Menurutnya, rakyat Indonesia harus membanjiri masjid-masjid lokal untuk menunjukkan mereka bukan tempat berkembang biaknya virus.

Indonesia memiliki sekitar 900.000 hingga satu juta masjid, banyak di antaranya merupakan titik pertemuan komunitas serta fokus pengabdian agama. Gereja-gereja dan kuil-kuil bagi umat beragama lainnya juga melayani tujuan yang sama, terutama di kalangan umat minoritas.

Orang berusia lanjut yang rentan, banyak di antaranya memiliki masalah kesehatan mendasar, tidak akan dapat melakukan isolasi mandiri ketika mereka tinggal di lingkungan yang dekat dengan anak-anak dan seringkali cucu-cucu mereka di daerah padat penduduk di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.

“Masyarakat pedesaan cukup homogen dan tidak sering bepergian,” tutur Yenny Wahid, putri mendiang Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid dan kepala think tank Wahid Institute.

“Jadi peluangnya lebih kecil bagi mereka untuk tertular virus. Ditambah lagi mereka lebih sering keluar rumah dan kebiasaan makan yang lebih sederhana.”

Banyak pemeluk Islam taat di Indonesia, yang biasanya takut berkunjung ke dokter dan umumnya tidak tahu cara kerja tubuh manusia, pada awalnya enggan mengakui bahaya penyakit COVID-19 yang akan mencegah mereka tetap beribadah.

“Kami lebih takut kepada Tuhan,” ujar kata salah satu penyelenggara sebelum pemerintah akhirnya membujuk gerakan dakwah global Tabligh Akbar untuk membatalkan pertemuan 8.000 umat Muslim dari Indonesia dan negara-negara Asia lainnya di Gowa, di dekat ibu kota Sulawesi Selatan, Makassar.

Asia Times menyoroti, keengganan mereka untuk membatalkan acara sangatlah mengejutkan, mengingat pertemuan serupa yang dihadiri 16.000 umat Muslim di dekat Kuala Lumpur dua minggu sebelumnya telah dilacak menyebabkan setengah dari 900 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi di Malaysia. Sejumlah orang Indonesia diketahui turut menjadi bagian besar dari 1.500 peserta asing.

Umat Kristen Indonesia sama-sama bersalah atas pelanggaran seruan tetap tinggal di rumah selama pandemi COVID-19. Pada hari acara di dekat Makassar dibatalkan, sekitar 1.500 umat Katolik Indonesia berkumpul di katedral di Nusa Tenggara Timur yang berpenduduk mayoritas Kristen untuk penahbisan uskup baru yang telah direncanakan sejak jauh hari.

Berlokasi di Flores dan Sumba dan bagian barat pulau Timor, Nusa Tenggara Timur adalah salah satu dari 22 dari 34 provinsi di Indonesia yang diklaim masih bebas dari infeksi virus corona baru, meski meragukan tanpa adanya pengujian corona secara sistematis.

 

Penerjemah: Fadhila Eka Ratnasari

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Ilustrasi umat Muslim Indonesia beribadah salat berjamaah pada hari pertama bulan puasa Ramadhan di Masjid Istiqlal di Jakarta, Indonesia, 16 Mei 2018. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)

Penyebaran Corona Indonesia, Kegiatan Agama Picu Kematian Tertinggi

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top