Berita Internasional > Perang Sampit: Penyelesaian Konflik hingga Mitos Panglima Burung
Sejarah

Perang Sampit: Penyelesaian Konflik hingga Mitos Panglima Burung

Di Indonesia, tepatnya wilayah Pulau Kalimantan, pernah terjadi konflik antar etnis (Dayak versus Madura) yang berujung pada peristiwa pembantaian. Peristiwa ini sangat mengerikan karena berujung kepada pembantaian sepihak dan perlakuan keji terhadap korban setelah dibunuh. Peristiwa yang dimaksud adalah Perang Sampit atau disebut juga dengan Konflik Sampit dan Sampit Berdarah.

Apa itu Perang Sampit?

Perang Sampit merupakan peristiwa yang ada di Indonesia. Konflik ini terjadi antara etnis yang ada di Indonesia dan berakhir dengan kerusuhan. kejadian yang bermula di Kota Sampit, Kalimantan Tengah ini, bulan Februari 2001 dan terus berlangsung sampai tahun itu berakhir. Walaupun berawal di Kota Sampit tetapi kerusuhan ini terus merebak ke seluruh penjuru Kalimantan Tengah.

Baca Juga: Denny Siregar: Profil, Biodata, Biografi, dan Fakta Terkini

Bahkan ibukota Kalimantan, Palangkaraya juga terkena dan dampak dari kerusuhan ini.Suku yang terlibat adalah suku Dayak asli dan warga yang pindah dari Madura. dimulai dengan 2 warga Madura yang diserang oleh orang-orang yang nerasal dari suku Dayak pada 18 Februari 2001. Dari kerusuhan ini terdapat korban sebanyak 500 orang yang mengalami kematian dan lebih dari 100.000 warga Madura yang tinggal di sana kehilangan tempat tinggal mereka. Selain tempat tinggal yang hilang, warga Madura juga banyak maunya oleh orang-orang dari suku Dayak.

Latar Belakang

Kota Sampit yang berada kabupaten Kotawaringin Timur menjadi penyebab kerusuhan antara orang-orang yang berasal dari suku Dayak dan orang-orang yang berasal dari Madura. konflik itu sebenarnya terjadi sejak akhir tahun 2000. dimulai dengan bentrok antara etnis Dayak dan Madura di Desa Kereng Pangi, tentunya hal tersebut membuat hubungan kedua kubu tersebut tegang.

Makin tegang lagi setelah adanya perkelahian yang dilakukan di desa Pertambangan emas Ampalit, saat itu mereka sedang berada di sebuah tempat hiburan.Dari pertarungan tersebut, seseorang yang berasal dari Dayak tewas akibat luka bacokan. Orang tersebut bernama Sandong, dan kematiannya sebenarnya sudah ditangani oleh polisi tetapi keluarga dan teman-temannya tidak bisa meredam amarah dari kematiannya ini.

Akhirnya setelah 2 hari dari hari kematiannya, warga Dayak berkumpul sebanyak 300 orang dan mendatangi tempat tewasnya Sandong untuk mencari pelaku yang telah membacok Sandong hingga meninggal. Namun dari kedatangan mereka tersebut, mereka tidak bisa menemukan pelaku yang telah melakukan hal keji kepada Sandong.

Jadi akhirnya mereka melepaskan amarahnya dengan merusak banyak rumah, mobil, motor, dan tempat karaoke yang berada di sana yang semuanya merupakan milik warga Madura. Kekerasan yang dilakukan mereka itu membuat warga Madura yang ada di sana mengungsi, dan jumlahnya hingga ribuan orang.

Mereka menduga bahwa orang yang sudah membunuh Sandong bersembunyi di Sampit dan akhirnya mereka pun mendatangi kota tersebut untuk melakukan pencarian. Semuanya makin runyam ketika ada berita bahwa orang Madura di Sampit menyimpan bom rakitan yang sebenarnya tidak diketahui apakah berita tersebut benar atau tidaknya.

Setelah banyaknya orang Madura yang terusir dari tempat asalnya di Kalimantan. Orang-orang Madura pun semakin bersifat defensif sampai-sampai mereka merasa perlu untuk mempersenjatai diri jika suatu saat akan terjadi penyerangan. Tadi sudah diberi tahu bahwa polisi telah menangani kasus pembunuhan San Dong, tetapi mereka melakukan pengusutan itu sangat lama, sehingga makin banyak orang Dayak yang marah karena hal tersebut. Karena mereka merasa tidak diperlakukan secara adil oleh polisi.

Hal tersebut pula yang menyebabkan banyak warga Dayak yang menyerang rumah warga Madura atas motif balas dendam. Serangan yang mereka sebut sebagai balas dendam itu berakhir dengan tewasnya 4 penghuni rumah yang mereka serang. Pastinya hal tersebut memancing amarah warga Madura dan membuat mereka datang ke sebuah rumah warga Dayak karena dia menyembunyikan salah satu pelaku penyerangan.

Orang Dayak yang didatangi rumahnya itu berakhir dengan polisi yang datang untuk mengamankan dia. Namun walaupun sudah diamankan, warga Madura tetap saja masih marah dengan hal tersebut lalu berujung pada mereka membakar rumahnya. bahkan saudara dari orang yang menyembunyikan pelaku juga diserang dan tewas juga. Berakhirlah dengan makin besar lagi konflik yang mereka miliki.

Setelah penyerangan yang dilakukan oleh orang Madura kepada suku Dayak, orang Madura masih bisa berkeliling di sana dan mengecek apakah masih ada orang Dayak yang tinggal di sana. Namun kejayaan orang-orang Madura tidak bisa bertahan lama karena situasi menjadi terbalik saat orang Dayak yang datang dalam jumlah sangat besar datang ke sana pada tanggal 20 Februari. Konflik yang terjadi secara terbuka pun tidak bisa dihindari lagi.

Senjata tradisional hingga bom rakitan yang ada disana digunakan untuk saling melawan suku yang bukan bagian dari mereka. Korban meninggal mencapai 500 orang dan itu hanyalah orang Madura. Bagian dari suku Madura lainnya yang selamat terpaksa mengungsi keluar dari Sampit agar mereka bisa tetap selamat. bukan hanya di Sampit tapi kerusuhan yang terjadi itu keluar sampai ibukota provinsi Palangkaraya.

Baca Juga: Apa Itu BPUPKI? Hingga Hasil Sidang dan Pembahasannya

Penyebab Konflik/Asal Usul Konflik

Perang Sampit ini terjadi karena ada kaitannya dengan ekonomi lokal. Penyebab utamanya adalah pada saat ada perkelahian di tambang emas antara suku Dayak dan Madura. Hutan di Kalimantan Tengah pada saat itu memang terkenal sebagai wilayah perbatasan yang tidak mengenal hukum dan terjadi banyak bentrokan antar suku. Sebelumnya juga sudah terjadi beberapa kericuhan di daerah tambang itu, yaitu antara pekerja Melayu dengan penjual kayu dari Madura dan yang terakhir adalah antara orang Dayak dan Madura. Konflik-konflik itu juga makin besar karena adanya berita bohong yang tersebar di mana-mana.

Aktor Intelektual

Walau dari tadi disebutkan bahwa Perang Sampit ini disebabkan oleh perkelahian yang ada di tambang. Namun sebenarnya itu bukan penyebab tunggal dari kejadian buruk ini. Sebenarnya banyak orang jahat yang menggunakan konflik ini untuk tujuan politik. Diketahui ada 2 pejabat lokal yang berusaha menggagalkan proses pelantikan pejabat yang ada di Kabupaten Kotawaringin Timur dan melengserkan Bupati.

Dua pejabat tersebut melakukan hal itu karena mereka tidak suka semua orang yang menjabat di sana adalah orang yang beragama Islam. Mereka juga akhirnya mengaku kepada polisi kalau mereka yang telah merencanakan kerusuhan tersebut. Sebelum penyerangan terjadi sebenarnya orang Dayak dan orang yang anti Madura telah melakukan pertemuan beberapa kali.

Juga membayar seseorang untuk menjadi provokator kerusuhan ini. Bahkan acara adat pun telah dilakukan agar kerusuhan ini berjalan lancar. Ternyata hal seperti ini bukan pertama kalinya terjadi dalam sejarah Indonesia. Satu tahun sebelumnya di Sulawesi juga terjadi kekerasan yang menewaskan 300 orang hanya karena persaingan 2 bupati yang berbeda agama.

Pemenggalan Kepala

Perburuan kepala adalah kegiatan untuk mengambil kepala seseorang yang telah dibunuh. Hal ini juga dilakukan pada saat perang dunia ke-2 dan juga perang Vietnam. Sebenarnya suku Dayak memang dari dulu sudah melakukan ritual perburuan kepala. Sehingga dalam kerusuhan kali ini terdapat berita bahwa banyak warga Madura yang dihabisi dengan dipenggal kepalanya.

Dari 500 korban warga Madura yang meninggal setidaknya ada sekitar 100 orang yang dipenggal kepalanya oleh suku Dayak. Sejarah suku Dayak ini memang sudah terkenal tapi dikira sudah hilang oleh banyak orang sejak abad ke-20. Ukuran pembantaian yang sangat besar ini membuat pihak militer maupun polisi merasa kesulitan untuk mengamankan situasi yang ada di Kalimantan Tengah saat itu.

Berbagai bantuan pun dikirim untuk membantu petugas yang ditempatkan di provinsi tersebut. Setelah beberapa hari yang sulit, akhirnya pada 28 Februari 2001 polisi berhasil membubarkan orang-orang Dayak yang masih berkeliaran di jalanan. Namun polisi hanya berhasil untuk sekadar membubarkan orang-orang tersebut karena Perang Sampit ini terus berlanjut sepanjang tahun 2001.

Respons Pemerintah

Respon yang dilakukan oleh pemerintah adalah mengirim pasukan militer dan juga polisi untuk mengamankan situasi yang terjadi di Kalimantan Tengah akibat Perang Sampit. Hingga memerlukan pasukan bantuan untuk membantu petugas yang sudah berada di Kalimantan Tengah pada saat itu. Dimulai pada tanggal 18 Februari di mana suku Dayak sudah berhasil menguasai kota Sampit.

Pejabat lokal yang diduga sebagai dalang dari kerusuhan ini juga telah diamankan oleh Polisi. Berbagai orang yang dibayar untuk memprovokasi kejadian ini juga ditangkap dan diketahui bahwa mereka adalah orang suruhan dari pejabat-pejabat tersebut. Penyerangan yang dilakukan oleh beberapa warga Dayak juga ditangkap karena mereka adalah orang-orang yang yang menjadi pemulai kerusuhan ini.

Karena hal tersebut, banyak warga Dayak yang datang ke kantor polisi dan mengepung kantor tersebut agar tahanan-tahanan yang mereka tangkap itu segera dilepaskan. Karena tidak ingin kondisi makin runyam polisi akhirnya mengikuti apa yang mereka mau. Setelah dikabulkan permintaan oleh polisi akhirnya warga Dayak bisa dibubarkan dari jalanan. Sayangnya kerusuhan ini terus terjadi sepanjang tahun.

Pada akhirnya, penyelesaian konflik Sampit dapat terjadi berkat tindakan pemerintah dengan cara mengevakuasi warga, terus meningkatkan keamanan, mengadakan rehabilitasi mental, dan menangkap para provokator yang menjadi sumber penyebab konflik. Rehabilitasi mental dianggap perlu diterapkan karena dampak dari Perang Sampit ini mampu memunculkan trauma yang mendalam, khususnya bagi orang-orang Suku Madura yang kerabatnya menjadi korban pemenggalan dari Suku Dayak.

Baca Juga: Rocky Gerung: Profil, Biodata, Biografi, dan Fakta Terkini

Mitos Panglima Burung

Setelah terjadinya Perang Sampit di Kalimantan Tengah banyak mitos beredar, seperti mitos Panglima Burung. Sebetulnya banyak orang yang tidak percaya dengan adanya Panglima Burung. Karena saat kerusuhan yang terjadi di Kalimantan Tengah itu terjadi, suku Dayak dianggap memerlukan tameng agar mereka terlihat lebih ganas dan kejam, karena pada saat itu mereka dikenal sebagai orang atau suku yang ramah.

Sampai saat ini belum ada satupun dokumentasi atau bukti yang tersedia untuk mendukung mitos Panglima Burung ini. Juga dengan mitos lainnya yaitu Panglima Kumbang yang mengklaim dirinya sebagai anak buah dari Panglima Burung bahkan pelantikannya juga tidak diketahui kebenarannya. Menurut mitos, Panglima Burung ini tinggal di daerah pedalaman. Dia sangat kuat dan sakti juga terhubung dengan alam ghaib.

Namanya tiba-tiba langsung meledak dan terkenal di seluruh bagian Kalimantan setelah terjadi kerusuhan tersebut dan katanya juga dia memiliki umur yang sudah mencapai ratusan tahun. Kalau dari cerita lainnya burung ini bisa berubah wujud, bisa menjadi laki-laki maupun perempuan. Tergantung situasi yang dia hadapi.

Katanya dia itu juga tinggal di perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah tetapi tidak ada satu orang pun yang tahu di mana letak tepatnya dari tempat tinggal Panglima Burung ini. Hal yang membuat mitos ini menjadi lebih heboh adalah katanya panglima burung merupakan tokoh adat Dayak yang sudah meninggal pada dahulu kala tapi banyak orang yang bisa berkomunikasi dengan dia karena ruhnya memiliki kekuatan magis.

Pasti kalian bertanya-tanya kenapa disebut Panglima Burung? Sebetulnya nama ini diambil karena katanya ada seorang panglima adalah jelmaan burung Enggang, yang merupakan satwa lokal dari Kalimantan. Burung ini merupakan hewan yang dilindungi dan sangat keramat dalam kebudayaan Dayak.

Sangat banyak orang-orang yang mengaku sebagai panglima burung dan mereka terdapat di bagian Kalimantan manapun seperti di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara. Namun tidak pernah ada bukti yang bisa mendukung kalau mereka merupakan panglima burung yang asli. Banyak juga nama lainnya yang tersebar dan mengaku sebagai anak buah dari Panglima Burung seperti Panglima api, Panglima Kumbang, Panglima Angsa, Panglima sumpit, dan lain-lainnya.

Dari Sampit ke Palangkaraya

Setelah terjadinya Perang Sampit akhirnya Palangkaraya pun terkena dampak dari kejadian tersebut. Sebenarnya sudah banyak warga dari Kalimantan yang terdiri dari banyak yang mengungsi ke Palangkaraya karena adanya kerusuhan tersebut. Namun akhirnya Palangkaraya juga bukan menjadi tempat yang aman untuk ditinggali para pengungsi tersebut.

Di Palangkaraya muncul berbagai isu yang membuat warga sekitarnya menjadi khawatir akan keselamatan mereka. Banyak warga yang takut bahkan hanya untuk membuka toko dan kegiatan lainnya pun menjadi terhambat. Segala upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari kerusuhan tersebut di Palangkaraya yang dilakukan oleh pemerintah lokal. Mereka berusaha untuk mengumpulkan beberapa tokoh adat dan juga orang penting lainnya yang dipercaya bisa mengurangi kekhawatiran masyarakat setempat.

Pada pertemuan itu pula para pemerintah setempat sangat ingin memberitahukan kronologi sebenarnya dari kerusuhan yang terjadi di Sampit agar tidak muncul kabar burung. Selain itu ada banyak lagi hal yang dibicarakan, seperti berkurangnya perkembangan pariwisata di Sampit. Banyak kerugian yang dirasakan oleh warga setempat setelah terjadinya kerusuhan pada tahun 2001. Bukan hanya pada tahun tersebut, tapi hingga sekarang dampak buruk dari kejadian tersebut masih menghantui warga di sana.

Pasca Kerusuhan Palangkaraya

Sejak Perang Sampit terjadi hingga pada tanggal tulisan ini dibuat berarti sudah sekitar 19 tahun berlalu. Walau begitu kondisi di Kalimantan setelah satu tahun berlalu masih belum bisa sepenuhnya disebut kondusif secara total. Terutama untuk warga Madura yang masih tinggal di sana. Banyak warga Madura yang sudah menyembunyikan identitas mereka, tapi masih ketahuan dan disuruh untuk pergi meninggalkan pulau Kalimantan.

Kala itu ada seorang laki-laki yang mau melakukan tinggal sementara di Palangkaraya karena memiliki tujuan mengambil gajinya yang belum dibayarkan. Namun, warga di Palangkaraya tidak mau menerima dia hanya karena laki-laki tersebut seseorang yang berasal dari keturunan orang Madura. Bahkan ada seorang ibu-ibu yang sudah menyembunyikan identitasnya dan tidak ketahuan saat ia tinggal di Palangkaraya selama berbulan-bulan.

Ibu-ibu itu juga sudah mendapatkan pekerjaan, tapi keberadaannya tiba-tiba diketahui oleh orang Dayak dan dia langsung diusir untuk meninggalkan tempat tersebut. Padahal suami dari ibu-ibu tersebut adalah orang Dayak. Namun ia masih mendapat perlakuan demikian dari orang Dayak di sana. Untuk mendapat pengakuan dari masyarakat Dayak, hanya bermodalkan suami orang sana saja tidak cukup. Orang Madura yang menjadi korban dari kerusuhan tahun 2001 itu juga masih belum bisa kembali ke tempat asalnya di Kalimantan karena alasan yang sama pula.

Keterangan foto utama: Kuburan massal Perang Sampit 18 Februari 2001 (istimewa)

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top