Akibat Virus Corona, Rasisme Anti-China di Thailand Marak
Berita Politik Indonesia Hari Ini

Sentimen Meningkat, Indonesia Perlu Waspadai Terorisme Anti-China

Berita Internasional > Sentimen Meningkat, Indonesia Perlu Waspadai Terorisme Anti-China

Kelompok afiliasi ISIS memanfaatkan virus corona untuk mengobarkan sentimen anti-China di Indonesia, menurut IPAC. Dilaporkan, ada seruan agar serangan dilakukan karena pemerintah negara ini dianggap telah dilemahkan oleh pandemi.

Kelompok afiliasi ISIS di Indonesia telah meningkatkan retorika anti-China mereka di media sosial di tengah global pandemi virus corona. Ini telah mendorong Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) untuk memperingatkan pemerintah harus “waspada” akan kemungkinan serangan di masa depan.

Dalam laporan terbarunya yang dirilis minggu lalu, IPAC mengungkap plot untuk menyerang pekerja China di Banten, Jawa Barat, yang sempat “dibahas” tahun lalu oleh pendukung ISIS yang menikam mantan Menkopolhukam Wiranto.

“Retorika anti-China yang intensif di beberapa situs media sosial ekstremis tampaknya tidak diimbangi oleh peningkatan dalam plot terhadap target China, tetapi ini tetap menjadi sesuatu yang harus diperhatikan,” menurut laporan itu. “Sebagian besar retorika itu murni pidato kebencian rasis.”

Baca Juga: Corona di China: Klaim Kesuksesan Tangani Wabah yang Mengkhawatirkan

Pertanyaannya sekarang adalah apakah pendukung ISIS di Indonesia akan menggunakan virus corona sebagai alasan untuk memperluas penargetan di luar target kepolisian ke target domestik atau internasional China.

Sejak Januari 2014, 19 orang polisi Indonesia telah tewas oleh militan yang terkait dengan ISIS, dan 71 lainnya luka-luka. Sementara itu, polisi telah menangkap lebih dari seribu tersangka teroris selama periode yang sama.

IPAC menyatakan wabah virus, yang pertama kali dilaporkan di Wuhan, China, telah memicu sentimen anti-China yang luas, jauh melampaui komunitas pro-ISIS Indonesia. Sentimen ini bahkan dilibatkan ke dalam masalah politik oleh berbagai segmen masyarakat terkait ketergantungan pemerintah saat ini terhadap pembangunan infrastruktur dan investasi China.

Rencana serangan tahun lalu terhadap pabrik semen di provinsi Banten telah berupaya mengeksploitasi kemarahan pekerja lokal terhadap 181 pekerja China yang bekerja di pabrik itu, banyak di antaranya merupakan pekerja semi-terampil.

Abu Rara, penikam Wiranto, adalah anggota Jemaah Ansharut Daulah (JAD), yang berafiliasi dengan ISIS. Ia telah mengklaim bertanggung jawab atas semua serangan teror besar di negara itu sejak 2016.

Dia telah membahas serangan pekerja China di pabrik semen Merah Putih di provinsi Banten dengan salah satu temannya bernama Syamsudin. Serangan itu dikatakan merupakan pembalasan atas perlakuan pemerintah China terhadap etnis Uighur di China, menurut laporan IPAC.

Syamsudin, seorang tukang las profesional, telah bekerja di sejumlah tempat di mana para pekerja China dipekerjakan. Ia mencatat mereka selalu diantar-jemput setiap hari dengan truk pickup terbuka.

Dia dan Abu Rara telah membahas untuk menikam supir truk atau melempar bom Molotov ke arah para pekerja. Namun, gagasan ini tidak terwujud, kata laporan itu, karena kedua orang itu bertengkar.

IPAC juga mengungkapkan, beberapa orang di dalam komando pusat ISIS telah menyerukan agar serangan dilakukan di Indonesia karena mereka melihat pemerintah tengah dilemahkan oleh pandemi virus corona “sehingga sekarang merupakan peluang terbaik”.

“Salah satu metode serangan yang mungkin dilakukan adalah menggunakan pendukung ISIS yang terinfeksi virus untuk secara sengaja menginfeksi orang-orang yang mereka anggap musuh mereka, seperti polisi,” tulis laporan itu.

IPAC menyarankan, meski pandemi telah mengurangi aktivitas teroris untuk saat ini, lembaga penegak hukum perlu tetap waspada. Sel teroris yang terisolasi tetap dapat memanfaatkan krisis ini sebagai kesempatan untuk meningkatkan perekrutan.

Laporan itu juga menyoroti kemungkinan peningkatan pemberontakan di penjara yang menampung teroris, karena kekhawatiran akan infeksi telah semakin membatasi kunjungan dan komunikasi.

Baca Juga: Mampukah Pandemi COVID-19 Redakan Ketegangan AS-China?

“Pihak berwenang Indonesia mulai memperhatikan masalah virus di penjara, tetapi langkah-langkah pencegahan terlambat datang. Selain langkah-langkah yang sudah ada untuk memerangi COVID-19, pedoman tentang prosedur untuk menangani kerusuhan di antara narapidana dan staf penjara perlu dikembangkan,” kata laporan tersebut.

Semua kunjungan penjara di Indonesia ditangguhkan lebih dari dua minggu lalu, menurut salah satu narasumber, yang tidak ingin disebutkan namanya, kepada South China Morning Post. Dia mengatakan, akan sangat “berisiko” untuk memungkinkan pengunjung yang mungkin terinfeksi virus, karena penjara negara itu “penuh sesak”.

Semua persidangan, termasuk yang melibatkan tersangka teroris, sekarang dilakukan melalui konferensi video antara ruang sidang dan penjara, menurut narasumber tersebut.

Sementara itu, lembaga-lembaga yang fokus pada pencegahan kejahatan keuangan juga harus berjaga-jaga, kata IPAC, karena ada kemungkinan upaya penggalangan dana ekstremis atas nama bantuan kemanusiaan.

“Sebagian besar upaya penggalangan dana swasta yang terjadi sehubungan dengan pandemi ini akan sah. Namun selama dua dekade terakhir, setiap kali bencana terjadi, para ekstremis berusaha untuk mengambil manfaat,” tulis laporan itu.

 

Penerjemah: Nur Hidayati

Editor: Purnama Ayu Rizky

Keterangan foto utama: Sentimen anti-China terus menguat di banyak negara, seiring dengan mewabahnya virus corona. (Foto: NY Post)

Sentimen Meningkat, Indonesia Perlu Waspadai Terorisme Anti-China

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top