COVID-19
Berita Politik Indonesia Hari Ini

COVID-19: #DiRumahAja, Bencana bagi ‘Rakyat Kecil’ Indonesia

Ilustrasi orang mengenakan masker di tengah wabah corona Indonesia. (Foto: Flipboard)
Berita Internasional > COVID-19: #DiRumahAja, Bencana bagi ‘Rakyat Kecil’ Indonesia

Gerakan #DiRumahAja tengah diterapkan di Indonesia untuk menahan penyebaran COVID-19. Sejumlah perusahaan telah memberlakukan aturan work from home. Namun, langkah mengisolasi diri ini bisa menjadi bencana bagi ‘rakyat kecil’ di Indonesia.

Penyebaran COVID-19 terus berkembang di seluruh dunia. Lebih dari 209.000 orang di 168 negara telah terinfeksi. Penyakit ini telah mencatat tingkat kematian lebih dari 4 persen, seiring 8.600 orang telah meninggal karena penyakit tersebut.

Demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia, telah melaporkan lebih dari 300 kasus dengan tingkat kematian lebih dari 8 persen.

Sejak wabah tersebut, pemerintah Indonesia telah menyerukan orang-orang untuk mengisolasi diri jika mereka memiliki gejala. Mengisolasi diri sendiri berarti tinggal di dalam rumah dan sepenuhnya menghindari kontak dengan orang lain.

Para ahli kesehatan masyarakat telah mendorong masyarakat untuk melakukan isolasi sendiri setidaknya selama 14 hari untuk menahan penyebaran virus corona dengan cepat. Penelitian itu telah menunjukkan bahwa isolasi diri sangat efektif, terutama ketika sebagian besar kasus COVID-19 tidak menunjukkan gejala, The Conversation melaporkan.

Baca juga: COVID-19 dan Xi Jinping: Kemenangan Sang Pemimpin Kuat

Mengamini banyak ahli kesehatan, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah menyarankan orang-orang untuk “belajar, bekerja, dan beribadah di rumah” selama dua minggu untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari penyakit yang sangat menular ini.

Meskipun tindakan pencegahan ini terbukti efektif, tindakan ini gagal untuk memperhitungkan fakta bahwa banyak orang miskin dan berpenghasilan rendah tidak bisa mengisolasi diri.

Orang-orang yang bekerja di sektor informal dan kasual seperti pengemudi ojek online, karyawan toko, dan juru masak tidak memiliki kemewahan bekerja dari rumah karena pekerjaan mereka tidak dapat dilakukan dari jarak jauh.

Pada 2019, orang yang bekerja di sektor informal menyumbang 57,2 persen dari tenaga kerja Indonesia, atau sekitar 74 juta orang. Sebanyak 25,14 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan, yaitu sekitar 9 persen dari populasi Indonesia, dinukil dari The Conversation.

Mengisolasi diri sendiri selama dua minggu membuat orang-orang ini berisiko kehilangan sumber pendapatan tunggal mereka.

Pengemudi Gojek menunggu penumpang di Jakarta. (Foto: Shutterstock)

Narasi yang buruk

Pandemi COVID-19 telah merusak perekonomian dunia. Banyak perusahaan telah melaporkan kerugian karena permintaan turun. Dengan melambatnya bisnis, para pekerja menghadapi risiko lebih besar kehilangan pekerjaan dan penghasilan mereka. Itu sedang terjadi di Indonesia.

“Ohh, sangat sedih. Tidak ada turis, tidak ada pekerjaan,” unggah seorang pengemudi ojek online di media sosialnya, hanya tiga hari setelah pemerintah menyatakan COVID-19 sebagai bencana nasional.

Pengemudi ojek online juga rentan terhadap infeksi virus corona karena mereka bertemu banyak orang yang berbeda dalam pekerjaan mereka.

GOJEK, salah satu platform driver online terbesar di Indonesia, telah menangguhkan akun salah satu drivernya yang diduga terinfeksi COVID-19. Namun bagaimana para pengemudi mendapatkan penghasilannya?

Kisah serupa melibatkan seorang pekerja rumah tangga kasual dan ibu berusia 36 tahun dari Yogyakarta, sekitar 500 kilometer dari ibu kota Jakarta.

“Saya tidak bisa mengisolasi diri. Saya harus pergi bekerja,” ucapnya kepada The Conversation. “Tidak ada pekerjaan berarti tidak ada uang, dan tidak ada uang berarti tidak ada makanan untuk anak-anak saya.”

Cerita-cerita ini menggambarkan situasi sulit yang dihadapi banyak pekerja kerah biru selama pandemi COVID-19. Mereka tidak mampu mengambil satu hari libur, apalagi dua minggu.

Apa yang bisa dilakukan

Untuk meminimalkan kebijakan diskriminatif terhadap ‘rakyat kecil’ selama pandemi COVID-19, pemerintah harus mengatasi masalah mendasar dan struktural yang menciptakan kerentanan, tulis I Nyoman Sutarsa, Atin Prabandari, dan Fina Itriyati di The Conversation.

Baca juga: Indonesia Punya Tingkat Kematian COVID-19 Tertinggi, Mengapa?

Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan memperkuat program pengentasan kemiskinan dan menetapkan cakupan kesehatan universal untuk rumah tangga berpenghasilan rendah.

Sistem cakupan kesehatan universal akan memastikan semua orang (terlepas dari status ekonomi mereka) memiliki akses mendapatkan layanan kesehatan berkualitas tinggi dan perlindungan risiko keuangan.

Sistem Indonesia saat ini, yang dikenal sebagai BPJS, tidak memadai untuk disebut cakupan kesehatan universal karena masih mengharuskan orang membayar premi bulanan. Ini bisa menjadi masalah bagi pekerja informal dan kasual yang sering tidak dapat membayar biaya bulanan mereka secara teratur, sehingga keanggotaan mereka dibatalkan.

Pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk menyediakan layanan kesehatan primer kepada orang miskin. Layanan ini termasuk menyediakan akses mendapatkan pendidikan kesehatan, air minum yang aman, nutrisi, imunisasi, dan pengobatan penyakit menular dan tidak menular.

Selain itu, pemerintah harus mengatasi masalah yang lebih mendasar terkait dengan perubahan sifat pekerjaan selama pandemi.

Salah satu strategi yang diperlukan adalah memberikan bantuan sosial dan asuransi sosial bagi orang yang bekerja di sektor informal selama masa darurat COVID-19.

Tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah, banyak dari orang-orang ini menghadapi risiko kehilangan pendapatan yang lebih tinggi atau tertular penyakit dan kemudian menyebarkan virus.

Oleh karena itu, setiap tindakan kesehatan masyarakat untuk mengurangi berbagai dampak pandemi COVID-19 harus secara serius mempertimbangkan berbagai latar belakang ekonomi dan sosial masyarakat, untuk memastikan tindakan pencegahan tidak lebih menghukum masyarakat yang sudah terpinggirkan dan rentan.

Dengan memperkuat kesejahteraan sosial dan sistem perawatan kesehatan nasional, pemerintah dapat membantu menjaga semua warga tetap sehat secara fisik dan ekonomi, serta melindungi mereka yang rentan selama pandemi, I Nyoman Sutarsa, Atin Prabandari, dan Fina Itriyati menyimpulkan.

 

Penerjemah dan editor: Aziza Fanny Larasati

Keterangan foto utama: Ilustrasi orang mengenakan masker di tengah wabah corona Indonesia. (Foto: Flipboard)

COVID-19: #DiRumahAja, Bencana bagi ‘Rakyat Kecil’ Indonesia

BERLANGGANAN

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top